Ummul Mu’minin atau Ummul Mukminin memiliki kedudukan mulia. Kaum Mukmin haram menikahinya selama-lamanya
Hidayatullah.com | KITA sering mendengar istilah Ummahatul Mukminin (ar: أمهات المؤمنين) yang berarti “Ibu-Ibu dari Orang-Orang Mukmin”. Mereka adalah perempuan-perempuan yang dinikahi oleh Nabi dan Rasul terakhir Islam, Muhammad ﷺ.
Umat muslim biasa menggunakan istilah Ummul Mu’minin atau Ummul Mukminin. Mereka adalah ibu-ibu yang memiliki kedudukan mulia.
Kaum Mukmin haram menikahi mereka selama-lamanya. Bahkan tidak boleh melihat dan berduaan dengan para istri Rasulullah ﷺ, karena hal tersebut haram dilakukan terhadap mereka sebagaimana haram dilakukan terhadap wanita-wanita bukan mahram.
Para istri Rasulullah ﷺ tidak boleh dianggap sebagai saudara-saudara perempuan kaum Mukmin. Para saudara laki-laki dan para saudara perempuan dari putri-putri para istri beliau juga tidak boleh dikatakan sebagai paman atau bibi kaum mukmin dari jalur ibu.
Istilah ummahatul mukminin beberapa kali disebutkan dalam Al-Quran. Penyebutan itu tidak lain merupakan sebuah penghormatan atas keutamaan mereka. Pusat Fatwa Al-Azhar menekankan jumlah istri Nabi sekaligus alasan mengapa mereka disebut dengan sebutan ummahatul mukminin atau ummul mukminin.
Dilansir di Masrawy, disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ sepanjang hidupnya menikahi 11 wanita. Ada pula pendapat yang mengatakan jumlah ummul mukminin semua adalah 13 wanita.
Istilah ummul mukminin beberapa kali disebutkan dalam Al-Quran. Penyebutan itu tidak lain merupakan sebuah penghormatan atas keutamaan mereka.
Berikut adalah beberapa ayat yang menjelaskan tentang ummahatul mukminin ataum ummul mukminin;
Pertama, Allah menyatakan bahwa para istri Nabi (ummul mukminin) memiliki tingkatan keutamaan yang tinggi, kedudukannya tidak sama dengan para wanita biasa Allah swt. berfirman:
يٰنِسَآءَ النَّبِىِّ لَسۡتُنَّ كَاَحَدٍ مِّنَ النِّسَآءِ اِنِ اتَّقَيۡتُنَّ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِالۡقَوۡلِ فَيَـطۡمَعَ الَّذِىۡ فِىۡ قَلۡبِهٖ مَرَضٌ وَّقُلۡنَ قَوۡلًا مَّعۡرُوۡفًا
“Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS: Al Ahzab: 32)
Kedua, istri istri Nabi kedudukannya seperti ibu orang mukmin
اَلنَّبِىُّ اَوۡلٰى بِالۡمُؤۡمِنِيۡنَ مِنۡ اَنۡفُسِهِمۡ وَاَزۡوَاجُهٗۤ اُمَّهٰتُهُمۡ ؕ وَاُولُوا الۡاَرۡحَامِ بَعۡضُهُمۡ اَوۡلٰى بِبَعۡضٍ فِىۡ كِتٰبِ اللّٰهِ مِنَ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ وَالۡمُهٰجِرِيۡنَ اِلَّاۤ اَنۡ تَفۡعَلُوۡۤا اِلٰٓى اَوۡلِيٰٓٮِٕكُمۡ مَّعۡرُوۡفًا ؕ كَانَ ذٰ لِكَ فِى الۡكِتٰبِ مَسۡطُوۡرًا
“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah telah tertulis dalam Kitab (Allah). (QS: Al-Ahzab: 6).
Istri-istri Nabi kedudukan mereka seperti ibu kita sendiri dari sisi penghormatan (bukan dari sisi kemahraman). Oleh karenanya para ulama telah sepakat bahwa setelah wafatnya Nabi ﷺ maka tidak boleh istri-istri beliau dinikahi oleh orang lain.
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَدۡخُلُوۡا بُيُوۡتَ النَّبِىِّ اِلَّاۤ اَنۡ يُّؤۡذَنَ لَـكُمۡ اِلٰى طَعَامٍ غَيۡرَ نٰظِرِيۡنَ اِنٰٮهُ وَلٰـكِنۡ اِذَا دُعِيۡتُمۡ فَادۡخُلُوۡا فَاِذَا طَعِمۡتُمۡ فَانْتَشِرُوۡا وَلَا مُسۡتَاۡنِسِيۡنَ لِحَـدِيۡثٍ ؕ اِنَّ ذٰلِكُمۡ كَانَ يُؤۡذِى النَّبِىَّ فَيَسۡتَحۡىٖ مِنۡكُمۡ وَاللّٰهُ لَا يَسۡتَحۡىٖ مِنَ الۡحَـقِّ ؕ وَاِذَا سَاَ لۡتُمُوۡهُنَّ مَتَاعًا فَسۡـَٔـــلُوۡهُنَّ مِنۡ وَّرَآءِ حِجَابٍ ؕ ذٰ لِكُمۡ اَطۡهَرُ لِقُلُوۡبِكُمۡ وَقُلُوۡبِهِنَّ ؕ وَمَا كَانَ لَـكُمۡ اَنۡ تُؤۡذُوۡا رَسُوۡلَ اللّٰهِ وَلَاۤ اَنۡ تَـنۡكِحُوۡۤا اَزۡوَاجَهٗ مِنۡۢ بَعۡدِهٖۤ اَبَدًا ؕ اِنَّ ذٰ لِكُمۡ كَانَ عِنۡدَ اللّٰهِ عَظِيۡمًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu dipanggil maka masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu sangat besar (dosanya) di sisi Allah.” (QS: al-Ahzab: 53)
Di bawah ini, daftar para istri Nabi ﷺ;
Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid
Nabi pernah berlimpah cinta dan kasih sayang Ummul Mukminin Khadijah. Dia merupakan sosok yang memiliki kedudukan dan posisi yang tinggi di hati Rasulullah ﷺ. Beliau selalu mengenang dan menyebut nama dan kebaikanya di depan Aisyah, kendati Khadijah telah wafat sebelum Rasulullah menikahi Aisyah.
Ummul mukminin Kadhijah binti Khuwailid, dinikahi 15 tahun sebelum kerasulan saat itu usia nabi 25 tahun dan Khadijah 40 tahun.
Terkadang kecemburuan Aisyah terhadap Khadijah tidak seperti terhadap madunya yang lain, karena Khadijah selalu terkenang dalam hati sanubari Rasulullah setelah wafatnya. Beliau selalu menyebutnya, mencintai orang-orang yang pernah melihat atau mengunjunginya, dan amat merindukannya.
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah menceritakan,
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا ذَكَرَ خَدِيجَةَ أَثْنَى عَلَيْهَا فَأَحْسَنَ الثَّنَاءَ – قَالَتْ – فَغِرْتُ يَوْماً فَقُلْتُ مَا أَكْثَرَ مَا تَذْكُرُهَا حَمْرَاءَ الشِّدْقِ قَدْ أَبْدَلَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهَا خَيْراً مِنْهَا. قَالَ « مَا أَبْدَلَنِى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ خَيْراً مِنْهَا قَدْ آمَنَتْ بِى إِذْ كَفَرَ بِى النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِى إِذْ كَذَّبَنِى النَّاسُ وَوَاسَتْنِى بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِى النَّاسُ وَرَزَقَنِى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِى أَوْلاَدَ النِّسَاءِ »
Nabi ﷺ ketika menceritakan Khadijah pasti ia selalu menyanjungnya dengan sanjungan yang indah. Aisyah berkata, “Pada suatu hari aku cemburu.” Ia berkata, “Terlalu sering engkau menyebut-nyebutnya, ia seorang wanita yang sudah tua. Padahal Allah telah menggantikannya buatmu dengan wanita yang lebih baik darinya.”
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Nabi ﷺ lalu menyampaikan, “Allah tidak menggantikannya dengan seorang wanita pun yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.” (HR. Ahmad, 6:117. Syaikh Syuaib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih.)
Saudah binti Zam’an, dinikahi setelah khadijah wafat 2 tepatnya bulan Ramadhan tahun 10 kerasulan. Ketika itu usia Nabi ﷺ adalah 50 tahun dan Saudah berusia 65 tahun.
A’isyah binti Abu Bakar, dinikahi tahun 10 kerasulan beberapa bulan setelah menikahi Saudah. Usia Aisyah ketika dinikahi Nabi ﷺ adalah 6 tahun dan usia Nabi ﷺ ketika itu 50 tahun.
Zainab binti Khuzaimah yang digelari Ummu al-Masakin (ibu orang miskin), dinikahi nabi tahun ke 3 Hijriyah dalam usia 29 tahun. Usia pernikahan dengan Nabi ﷺ sangat singkat hanya 8 bulan dan kemudian dia meninggal dunia.
Ummu Salamah dinikahi tahun ke 4 setelah hijrah tepatnya setelah suaminya meninggal dalam Perang Uhud. Usia Ummu Salamah ketika dinikahi Nabi ﷺ adalah 27 tahun.
Zainab binti Jahsyi yang dinikahi tahun 5 setelah Hijrah. Dia adalah mantan Istri anak angkat Nabi ﷺ yaitu Zaid bin Haritsha. Allah swt yang langsung menikahkan Nabi ﷺ dengannya seperti disebutkan dalam Surat al-Ahzab (331: 37). Usianya ketika menikah dengan Nabi ﷺ adalah 37 tahun.
Juwairiyah yang dinikahi tahun 5 setelah hijriah. Dia adalah putri kepala Suku Bani Mustaliq yang dengan pernikahan ini membuat semua anggota sukunya masuk Islam. Usianya ketika menikah dengan Nabi ﷺ adalah 19 tahun.
Shafiyah binti Uyai yang merupakan puteri kepala suku Yahudi di Khaibar. Awalnya dia adalah tawanan perang, namun dia masuk Islam dan dinikahi Nabi ﷺ . Dia dinikahi Nabi ﷺ tahun ke 7 setelah hijrah dalam usia 16 tahun.
Ramlah Ummu Habibah binti Abu Sofyan yang dinikahi Nabi ﷺ dalam usia 37 tahun. Dan dia dinikahi Nabi ﷺ pada tahun 7 setelah hijrah 10. Maimunah yang juga dinikahi Nabi ﷺ pada tahun ke 7 hijrah dalam usia 36 tahun.
Mariyah al-Qibtiyah, seorang budak yang dihadiahi penguasa Mesir kepada Nabi ﷺ . Dia juga dinikahi Nabi ﷺ pada tahun ke 7 hijrah dalam usia 20 tahun. Mariyah dalam sebagian riwayat tidak disebut Istri, namun Ummu al-Walad karena statusnya ketika itu masih budak. (dalam Tafsir Qashashi Jilid IV).*
.*