Sambungan artikel PERTAMA
Operasi pembunuhan terencana
Caesarea bisa dibilang setara dengan Special Activities Center (SAC) CIA, yang dulunya disebut Special Activities Division sebelum dirombak dan berganti nama pada tahun 2016.
CIA melakukan misi paramiliter rahasianya – termasuk operasi membunuh target – melalui Kelompok Operasi Khusus (SOG) nya, yang merupakan bagian dari SAC dan memiliki beberapa kesamaan dengan Kidon Mossad.
Bergman menulis bahwa, hingga tahun 2000, yang menandai awal dari Intifada kedua di wilayah penjajahan Palestina, Israel telah melakukan lebih dari 500 operasi pembunuhan yang menghasilkan kematian lebih dari 1.000 orang, termasuk para target dan orang yang berada di sekitar target.
Selama Intifada kedua, Israel melakukan lagi 1.000 operasi, yang hanya 168 dianggap sukses, tulis Bergman di bukunya.
Sejak itu, Israel telah melancarkan setidaknya 800 operasi yang bertujuan membunuh pemimpin militer dan sipil Hamas di Jalur Gaza dan luar negeri.
Kerja Sama Arab-Mossad
Mossad menjaga hubungan organisasi dan bersejarah dengan sejumlah badan intelijen Arab, khususnya agensi mata-mata Moroko dan Jordania.
Baca: Kisah Duel Agen Mossad dengan Pengawal Pribadi Khalid Misy’al
Baru-baru ini, dan mengingat adanya pergeseran aliansi di wilayah dan meningkatnya ancaman dari aktor-aktor bersenjata non-negara, Mossad telah memperluas jaringannya dengan badan intelijen Arab hingga meliputi sejumlah negara Arab Teluk dan Mesir.
Mossad mempertahankan pusat regional untuk operasinya di Timur Tengah yang lebih luas di Ibu Kota Jordania, Amman.
Ketika Mossad berupaya membunuh pemimpin Hamas, Khaleed Meshaal, di Amman pada 1997 dengan menyemprotkan racun dengan dosis mematikan ke telinganya, ancaman dari Raja Hussein untuk menutup stasiun badan mata-mata di Amman dan ancaman untuk memutuskan hubungan antara Jordania-Mossad yang mendorong Israel memberikan obat penawar yang menyelamatkan nyawa Mashaal.
Dalam bukunya, Bergman mengutip sumber Mossad yang mengklaim bahwa Jenderal Samih Batikhi, kepala mata-mata Jordania saat itu, marah pada Mossad karena tidak menginformasikannya mengenai rencana pembunuhan karena dia ingin merencanakan operasi bersama-sama.
Negara Arab lain yang menjaga hubungan dengan Mossad sejak 1960an ialah Moroko, menurut penelitian Bergman.
“Moroko telah menerima sejumlah intelijen berharga dan bantuan teknis dari Israel, dan, sebagai gantinya, [mendiang Raja] Hassan memperbolehkah Yahudi Moroko berimigrasi ke Israel, dan Mossad menerima hak untuk mendirikan stasiun permanen di Ibu Kota Rabat, yang dari situ dapat memata-matai negara Arab lainnya,” tulis Bergman.
Kerja sama mencapai puncaknya ketika Moroko memperbolehkan Mossad menyadap ruang-ruang pertemuan dan kamar pribadi pemimpin Arab dan para komandan militer mereka selama KTT Liga Arab di Rabat pada 1965.
KTT itu diadakan untuk mendirikan sebuah komando militer gabungan Arab.
Metode CIA dan Mossad
Tidak seperti Mossad dan organisasi intelijen Israel lain yang memiliki kelonggaran besar dalam memutuskan siapa yang akan dibunuh, CIA Amerika menggunakan proses hukum bertingkat yang melibatkan Kantor Penasihat Umum CIA, Departemen Kehakiman dan Kantor Penasihat Umum White House.
Eksekusi dari operasi pembunuhan terencana oleh CIA akhirnya akan bergantung pada Presidential Finding Authorization, yang merupakan sebuah dokumen hukum yang disusun oleh Kantor Penasihat Umum CIA dan Departemen Kehakiman.
President Finding Authorization memberikan otoritas hukum yang membuat CIA dapat melaksanakan misi pembunuhan terencana.
Proses peninjauan multi-lembaga, yang dilakukan terutama oleh para pengacara di departemen kehakiman, White House dan CIA, harus dilakukan sebelum presiden menempatkan tanda tangannya di Presidential Finding Authorization.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Diperkirakan bahwa Barack Obama, ketika menjadi Presiden AS, mensahkan 353 operasi pembunuhan terencana, terutama dalam bentuk serangan drone.
Pendahulunya George W Bush mensahkan 48 operasi pembunuhan terencana.
Proses hukum
Seorang mantan pejabat senior CIA mengatakan pada Aljazeera dalam kondisi anonim bahwa”CIA tidak memutuskan siapa yang dibunuh”.
“Proses hukum membuatnya sangat sulit bagi CIA untuk membunuh seseorang hanya karena CIA pikir dia seorang penjahat,” katanya.
Kebanyakan operasi pembunuhan terencana melibatkan serangan drone dan berdasarkan otorisasi oleh presiden.
Berbicara pada Aljazeera, Robert Baer, seorang mantan petugas operasi CIA, mengatakan:”White House harus menandatangani operasi pembunuhan berencana apapun, khususnya jika itu target bernilai tinggi.
“Merupakan kasus yang berbeda, meskipun begitu, jika operasi dilakukan di medan perang atau dalam peperangan seperti di Afghanistan atau Iraq, di mana petugas lapangan memiliki ruang hukum yang lebih luas untuk melakukan pembunuhan berencana mereka.”
Dalam Mossad, legalitas pembunuhan apapun terhadap target apapun jauh lebih liberal dan tidak melibatkan kendala hukum yang diikuti oleh CIA, menurut sumber yang dekat dengan proses itu.
“Itu merupakan bagian dari kebijakan nasional mereka,” kata Baer, merujuk pada kebijakan pembunuhan berencana Israel.*
Penulis adalah seorang wartawan dan editor berita berbasis di Washington, D C