“CRCS dan Laporan Yang Berimbang”
SEBAGAI salah seorang penulis Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2010, saya merasa perlu meluruskan pemberitaan yang tidak berimbang dalam hidayatullah.com yang menyebut Laporan Tahunan itu tidak berimbang.
Membandingkan Laporan tersebut dengan laporan-laporan lain, Slamet Effendy Yusuf mengatakan, ““Laporan-laporan itu isinya nyaris sama. Sama-sama menyudutkan Islam. Seperti copy paste.”
Dalam berita itu, maksud “tidak berimbang” adalah “menyudutkan Islam”, yang dikaitkan dengan kritik lain Slamet atas metodologi penelitian. Kami menerima kritik tentang metodologi dan ketidaklengkapan data, tapi dengan tegas menolak tuduhan “tidak berimbang” atau “menyudutkan Islam”.
Mengenai “menyudutkan Islam”: Sebagai mana setiap hasil penelitian, laporan itu memang banyak kekurangannya. Bias juga ada, yang muncul dari keterbatasan data ataupun penggunaan perspektif tertentu, yang keduanya sama sekali tak disembunyikan. Tapi sama sekali bukan dari bias ingin menyudutkan Islam, umat Islam, atau menyudutkan agama lain atau umat agama lain.
Memang ada kritik cukup banyak terhadap kelompok-kelompok Muslim tertentu dalam Laporan kami. Tapi, pertama, kritik itu tidak serampangan diajukan untuk semua umat Islam (apalagi Islam), tapi hanya kelompok-kelompok Muslim tertentu. Kedua, dalam kritik terhadap kelompok-kelompok itu pun, yang dikritik bukanlah keberadaan mereka atau aspirasi mereka, namun terutama tindakan mereka, ketika menggunakan kekerasan. Ini benar termasuk terhadap ormas seperti FPI, yang kami kritik karena beberapa kekerasan yang mereka lakukan pada tahun 2010, bukan aspirasinya. Karena itu kami tak bersepakat dengan usulan pembubaran ormas. Kritik lain kami adalah pada penegakan hukum yang amat lemah untuk menghadapi kasus-kasus itu.
Keliru juga jika, seperti dikutip dari Slamet, laporan-laporan mengenai agama di Indonesia yang dikeluarkan beberapa lembaga adalah “seperti copy paste”. Dengan sedikit saja melihat laporan-laporan itu, akan segera kelihatan bahwa semuanya berbeda; jika ada angka-angka yang disebut, itu pun berbeda. Data yang dimiliki tak selalu sama, metodologinya berbeda, dan dengan demikian kesimpulannya berbeda. Jika ada kesimpulan yang sama, maka itu bukan semuanya “sama-sama menyudutkan Islam”, tapi di antaranya adalah soal desakan pada pemerintah untuk lebih serius menangani kekerasan.
Komentar Slamet terfokus pada topik rumah ibadah, yang hanya merupakan satu dari 11 topik yang dibahas Laporan CRCS. Sebagian besar dari topik-topik itu tak dibahas di Laporan-laporan lain, yang memiliki penekanan berbeda.
Mengenai metodologi: Seperti dikutip dalam berita itu, kami memang mengakui keterbatasan data. Dalam setiap riset selalu ada keterbatasan data dan karenanya juga keterbatasan kesimpulan. Sikap ilmiah yang penting bukanlah mengklaim komprehensifitas penelitian, tapi secara jujur mengakui keterbatasannya. Secara terus terang keterbatasan ini selalu disampaikan di awal setiap Laporan kami, sejak dua tahun lalu. Kritik Slamet adalah tambahan alasan untuk tetap melakukan perbaikan.
Seperti saya katakan dalam presentasi, merespon Slamet Effendy Yusuf, ada kekeliruan jika satu kalimat yang merujuk pada kasus-kasus gangguan terhadap gereja oleh kelompok-kelompok Muslim tertentu dianggap sebagai gambaran Indonesia secara umum, dan mengingkari adanya gangguan terhadap masjid. Itu adalah pernyataan mengenai fakta, bukan kesimpulan. Fakta yang disampaikan Slamet mengenai perusakan masjid di Manokwari, Kupang, atau tempat-tempat lainnya, jika saja kami bisa memperoleh data yang kredibel mengenai itu, justru akan memperkuat kesimpulan kami mengenai persoalan rumah ibadah di Indonesia pada umumnya (bukan hanya masjid dan gereja).
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Salah satu kesimpulan kami adalah: Tanpa semangat toleransi (dari pemerintah dan kelompok mayoritas), dan kearifan dalam berkomunikasi (dari kelompok minoritas), masalah pendirian rumah ibadah bisa terjebak pada masalah legalitas dan kontestasi antarkelompok keagamaan yang rentan terhadap konflik. (hal. 72) Perlu ditambahkan di sini: Di tempat yang berbeda, tentu ada kelompok mayoritas dan minoritas yang berbeda.
Tujuan Laporan Tahunan CRCS adalah memberikan pemahaman lebih baik mengenai kehidupan keberagamaan kita dan menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah maupun masyarakat, bukan untuk menyudutkan agama atau umat agama manapun. Kami menyarankan pembaca untuk membaca laporan ini dengan cermat untuk mendapatkan pemahaman yang lebih berimbang. (Laporan bisa diunduh dari www.crcs.ugm.ac.id/files/196Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2010.pdf.)
Zainal Abidin Bagir, Ph.D Program Studi Agama dan Lintas Budaya, Sekolah Pascasarjana, UGM
Foto: web crcs