Oleh: Aditya Abdurrahman Abu Hafizh
Lanjutan tulisan PERTAMA
Antara Punk dan Islam
Cara pandang Punk dan anarkisme itu menutup seluruh celah kemungkinan-kemungkinan lainnya tentang hal-hal yang terkait dengan kapital, hirarki, dan struktur sosial. Hal inilah yang membedakan tentang bagaimana Islam memandang itu semua. Dalam pembahasan bahwa sistem kapitalisme adalah sistem yang jahat, tentu sejalan dengan pemikiran Islam.
Namun bedanya, Islam tidak menyamaratakan seluruh hal yang berbau kapital (uang), hirarki, dan struktur sosial selalu berorientasi buruk terhadap kelas bawah. Islam sangat menentang eksploitasi ekonomi yang dilakukan manusia terhadap manusia lainnya. Hal tersebut masuk dalam kategori perbuatan zhalim yang sangat dikutuk oleh Allah Swt.
Mempekerjakan buruh di luar batas kemampuan, menggaji dengan upah rendah, dan tidak memperlakukan pekerja dengan baik, semuanya adalah aktivitas kapitalisme yang juga sangat ditentang dalam Islam. Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa’ 29)
Dari ayat tersebut mengatur dengan baik bagaimana seharus hubungan muamalah antar manusia. Tentu ini termasuk dalam konteks kasus pemilik perusahaan dan buruh.
Islam juga tidak pernah melarang seseorang untuk kaya dan berada diposisi penguasa modal. Dalam pandangan Islam, salah satu kelemahan ekonomi kapitalis adalah tidak adanya siklus kekayaan dari orang-orang kaya kepada orang-orang miskin di suatu negara. Sedangkan dalam Islam, siklus kekayaan seseorang diatur dengan kewajiban zakat, infaq dan sedekah. Inilah yang membuat keseimbangan ekonomi dalam kehidupan orang kaya dengan orang miskin.
Allah Swt sering mengisyaratkan perintah untuk mencari rezeki melalui ayat-ayatnya yang berbicara tentang halalnya perdagangan dan jual-beli, berbisnis, dan menikmati keuntungan.
“…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah 275)
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Al-Mulk 15)
“…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah,…” (Al-Muzzammil 20)
Menjadi orang kaya, dalam kondisi-kondisi tertentu bukan hanya dihukumi boleh, namun hukum itu bisa menjadi wajib ketika kondisi sosial di masyarakat saat itu memang membutuhkan kekayaan kita. Bahkan seorang muslim yang kaya lalu kekayaannya bisa memberikan manfaat bagi orang lain (bukan untuk mengekspoitasi mereka) disebut sebagai sebaik-baik pemilik harta. Seperti yang dikatakan Rasulullah Saw dalam hadits,
“…Sesungguhnya harta benda itu menghijaukan mata dan terasa manis, dan sebaik-baik pemilik harta benda itu adalah seorang muslim yang memberikan sebagian darinya kepada orang-orang miskin, anak-anak yatim dan musafir.” (HR. Mutafaqun ‘Alaih)
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah Saw mengatakan bahwa kekayaan itu tidak akan menimbulkan dampak buruk jika berada ditangan orang-orang yang bertaqwa.
“Kekayaan itu tidak berbahaya bagi orang yang bertaqwa kepada Allah Swt.” (HR. Ahmad)
Ketika kondisi umat Muslim terpuruk secara ekonomi, seluruh maka akan berpengaruh pada berbagai aspek lainnya didalam tubuh umat. Yang terjadi, umat muslim pasti akan menjadi objek penindasan bagi umat lainnya. Terlebih jika yang diterapkan di masyarakat adalah sistem ekonomi selain syariah yang ribawi, maka yang berkuasa didunia ini hanyalah kapitalis-kapitalis yang berorientasi pada keuntungan, tanpa memikirkan dampak kezaliman yang mereka lakukan melalui sistem ekonomi ribawi itu. Belum lagi, aset-aset usaha, seperti pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan, akan dikuasai oleh orang-orang non muslim yang sudah pasti tidak memiliki etika dan aturan yang jelas dalam agama-agama mereka yang mengatur secara adil.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kondisi-kondisi yang demikian mewajibkan bagi umat Islam untuk menjadi kaya raya. Karena kekuatan ekonominya akan membantu tumbuhnya sektor-sektor yang lain juga, untuk memajukan umat dari berbagai bidang.
Tidak ada yang perlu ditakuti jika melihat banyak umat Islam yang kaya raya. Tidak perlu merasa khawatir jika ekonomi masyarakat berada di tengah kekuasan umat Islam, selama pemilik kekayaan berpegang teguh pada ketaqwaan dan menjalankan sistem perekonomian Islam yang benar. Karena sejatinya perekonomian Islam bukan untuk menghasilkan penggelembungan modal pada orang-orang tertentu saja, namun ekonomi Islam lebih pada pemanfaatan modal bagi kemajuan ekonomi masyarakat. Hal-hal yang ditakuti dan dianggap oleh para Punk dan anarkis tidak akan terjadi jika sistem ekonomi Islam ditegakkan dimuka bumi ini. Kapitalisme memang musuh bersama para anarkis maupun Islamis sekalipun, namun Islam memberikan solusi yang jauh lebih relevan dan indah dibandingkan solusi para anarkis yang mutlak mengharamkan kekayaan (kapital). Wallahu a’lam.*
Penulis adalah Dosen di Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya dan anggota MIUMI Jatim. Artikel diinspirasi essay berjudul “Anarkisme: Arti Anarki Salah Kaprah Di Indonesia” dalam Road To Freedom ‘zine yang diterbitkan Kolektif Bunga Surabaya