Hidayatullah.com | NASIB malang menimpa Daroji (55) dan keluarganya. Pandemi bukan saja telah membuat mata pencarian hilang, namun membuat keluarga mengandalkan pinjamannya untuk sekadar beli sayuran.
Daroji tak membayangkan, betapa berat beban hidup yang kini dialaminya. Pandemi Covid-19 begitu berdampak dan mengusik keluarga kecilnya untuk bisa bertahan.
Di atas tanah sewa ukuran 5×8 meter persegi yang dibangun menjadi petakan sederhana, keluarga Daroji hidup dengan sangat sederhana. Baginya, jika hari ini dipastikan ada yang bisa dikonsumsi, itu sudah cukup istimewa baginya.
Kepada tim Baitul Wakaf-BMH, Daroji bersama Istrinya mengungkap kisah hidupnya bertahan di tengah pandemi saat ini.
“Ya, Mas, bisa dibilang, saat ini hidup itu susah banget. Awalnya (orderan) jahit sepi, terus jadi udah lama jadi ojek online, tapi pas pandemi ini pernah pagi ampe malem hanya dapet satu order makanan. Kalau dihitung pulsa, bensin dan waktu saya rugi banget untuk keluarga saya ngga bisa ngasih apa apa hari itu,” ujarnya saat disambangi di rumahnya di bilangan Depok, Jawa Barat.
Daroji tinggal bersama dengan lima anggota keluarganya. Ada istri, menantu, dan dua anaknya.
“Semula istri juga bantu dengan jualan sendal, Mas, tapi akhirnya habis untuk menutupi kebutuhan sehari hari. Karena kita kan butuh makan, akhirnya habis juga modal kita untuk jualan sendal berikut dengan sendalnya,” ujar Warnit, istri Daroji yang turut menimpali seraya mengisahkan pengalamannya.
Saat usaha sudah tidak bisa diandalkan lagi, Daroji masih mengandalkan ojek online sebagai mata pencarian, seraya berharap ada keberuntungan atas ikhtiar yang ia jalani. Saat ini kehidupan makin sulit, tak ada pilihan, Daroji berhutang untuk sekadar penuhi kebutuhan harian.
“Sekarang kalau untuk beli sayur saja mesti berhutang ke tukang sayur. Untung tukang sayurnya percaya. Tapi kan kasian mas tukang sayurnya kalau saya ngutang terus, tapi gimana ya kita butuh,” ujar Warniti lagi.
Daroji adalah potret keluarga yang pantang menyerah di tengah ujian hidup dan bertahan di tengah wabah. Berkali-kali berganti usaha untuk sekadar bertahan. Pernah ada bantuan dari pemda, namun semua didahulukan untuk membayar hutang-hutangnya untuk menutupi kebutuhan harian.
Berburu Nasi Kotak untuk Berbuka dan Sahur
Kini tidak ada usaha yang bisa dijadikan mata pencariah bagi Daroji. Menantu yang biasanya di rumah bersama keluarga, berprofesi sebagai pedagang kaki lima, nyaris tidak bisa berjualan lagi. Pemberlakukan Social Distancing dan PSBB membuatnya tidak bisa berbuat berbuat banyak.
Bulan Ramadhan 1441H/2020M ini setidaknya membuat Daroji bisa bernapas lega dan tak kehilangan harapan meski dalam episode berat untuk jalani hidup. Ia yakin, rezeki pasti ia akan dapatkan selama masih diupayakan. Terutama saat bulan Ramadhan, pasti ada keberkahan.
Untuk menyiasati dan mencukupi saat berbuka dan sahur, Daroji biasanya keluar rumah sambil kembali menunggu order online jika ada. Sambil begitu, ia berharap bisa mendapatkan paket gratis yang disebar di jalanan agar bisa dibawa pulang untuk berbuka puasa, dan jika ada disimpan buat sahur.
“Saya kalau dapat nasi kotak dua, saya simpen satu buat sahur bersama keluarga. Tapi kadang-kadang yah cuma dapat lontong doang. Ya, ini andelan saya, Mas, untuk bisa ngasih buka puasa buat keluarga, saya sengaja nyari. Kalau ngga begitu ya gimana lagi,” tutur Daroji.
Di akhir pertemuan, Baitul Wakaf-BMH menyalurkan Paket Hasil Tani, sebagai pemenuhan kebutuhan dan imunitas di tengah pandemi yang tiada berkesudahan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Paket yang berasal dari petani pedesaan yang terdampak pandemi ini dibeli dengan harga layak oleh Baitul Wakaf dan disalurkan kepada korban terdampak lainnya seperti halnya keluarga Daroji setiap pekan selama Ramadhan.
Kisah keluarga Daroji adalah potret di tengah pandemi wabah yang melanda negeri. Masih banyak “Daroji” lain di sekitar kita yang juga bernasib sama bahkan lebih sulit.
Mari jadikan, tahun ini menjadi Ramadhan Produktif, bulan Ramadhan yang tidak sekadar beribadah untuk diri sendiri, tapi untuk orang orang di sekitar kita yang terdampak pandemi agar mereka bisa tenang dalam beribadah.* (Rama/Baitul Wakaf)