Hidayatullah.com – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH. Abdusshomad Buchori menyatakan terus mendorong MUI Pusat untuk mengeluarkan fatwa Syiah sesat. Ia bercerita bagaimana di Jawa Timur yang akhirnya berani mengeluarkan fatwa kesesatan Syiah, karena memang keberadaannya yang dinilai meresahkan.
“Dari kasus-kasus yang terjadi di Sampang, Jember, juga Bangil, akhirnya kami memberanikan diri untuk mengeluarkan fatwa, yaitu pada tahun 2012. Fatwa ini kami terbitkan setelah ada kasus Sampang,” ujar Kiai Somad pada acara soft launching BAKORPA bertema ‘Konsolidasi Dakwah Advokasi Untuk Penistaan Agama‘ di Tebet, Jakarta beberapa waktu lalu.
Ia menegaskan bahwa fatwa terkait Syiah mempunyai makna yang sangat penting, yang juga sebetulnya sebagai penegasan keputusan MUI tahun 1984 bahwa Syiah dan Sunni ada perbedaan mendasar.
“Setelah itu MUI mengeluarkan 10 item kesesatan pada tahun 2007, yang juga menjadi landasan kami (MUI Jawa Timur dalam mengeluarkan fatwa Syiah sesat, red),” jelasnya.
Dalam menangani kasus Syiah, terang Kiai Somad, tidak mudah. Walaupun sebetulnya jelas merupakan penodaan agama karena banyak ajarannya yang tidak sesuai dan melenceng dari Islam.
Apalagi, sambungnya, ada upaya untuk menstigmasi bahwa melarang Syiah berarti melanggar hak-hak kebebasan beragama.
“Ada kejanggalan di media terkait kasus penistaan agama, ketika di Jember yang meninggal orang Sunni, itu tidak ada pemberitaan. Tapi kalau yang seperti di Sampang, wah mendunia itu beritanya,” ungkapnya.
“Jadi ini ada skenario untuk menjatuhkan,” tambahnya.
Tokoh Islam Dirikan BAKORPA Guna Advokasi Penistaan Agama
BAKORPA Fokus Tangani Masalah Penodaan Agama di Indonesia
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Untuk itu, mengutip surat Al-Baqarah ayat 120, Kiai Somad mengajak semua elemen masyarakat, dan para ulama untuk memiliki pemahaman yang sama terhadap upaya musuh-musuh Islam.
Ia juga menegaskan, bahwa Islam adalah agama yang toleran, namun tidak dengan mengorbankan dan merusak ajaran Islam.
“Kita toleransi tapi tidak boleh merusak atau merubah hal-hal pokok dalam agama,” pungkasnya menutup.*