Oleh: Muhaimin Iqbal
Di New York Amerika Serikat konon ada fenomena yang sudah berjalan setengah abad hingga kini (sejak 1960) bahwa harga sepotong pizza selalu sama dengan harga tiket kereta bawah tanah di kota itu, bila salah satunya naik duluan maka yang lain menyusul segera.
Fenomena yang kemudian disebut Pizza Principle atau Pizza Connection ini sebenarnya bukan realita yang aneh atau kebetulan, barang atau jasa yang sifatnya riil akan cenderung naik beriringan yang dipengaruhi oleh faktor yang sama yaitu inflasi.
Inflasi akan mempengaruhi harga barang dan jasa secara paralel atau kenaikan yang sama untuk seluruh barang dan jasa yang tidak mengalami perubahan perimbangan dalam supply and demand-nya.
Fenomena yang lebih otentik dan sudah berlangsung lebih dari 1400 tahun adalah hubungan antara harga kambing kwalitas baik dengan Dinar yang cenderung sama yaitu satu kambing kwalitas baik setara satu Dinar.
Secara jangka panjang stabilitas ini bisa dibuktikan, tetapi tidak berarti dalam jangka pendek kondisinya pasti selalu sama. Mengapa demikian? ya faktor supply and demand itu tadi yang mempengaruhinya.
Untuk beberapa tahun terakhir ini kenaikan harga emas cenderung lebih tinggi dari harga kambing karena demand emas yang tumbuh dari segala penjuru, sementara kambing tetap terus di-kambing hitamkan sehingga untuk memakannya-pun orang takut. Tetapi saya sendiri yakin kesetaraan satu Dinar satu kambing yang sudah berjalan lebih dari 1400 tahun ini akan tetap demikian untuk jangka panjang hingga akhir zaman.
Bahwa realitanya saat ini satu Dinar lebih tinggi harganya ketimbang 1 ekor kambing kelas baik, ada dua kemungkinannya yaitu harga Dinarnya yang kemahalan atau harga kambingnya yang kemurahan.
Kemungkinan yang pertama harga Dinar atau emas kemahalan, sangat bisa jadi karena beberapa bulan terakhir memang naik secara tidak wajar dipicu oleh kepanikan global atas krisis keuangan yang meluas.
Satu krisis belum selesai muncul krisis berikutnya, satu kawasan belum pulih – kawasan lain baru mulai dst.
Kemungkinan kedua-pun sangat bisa jadi, karana pencitraan kambing yang begitu buruk di jaman ini; hal-hal negatif selalu dinisbatkan terhadap kambing seperti ‘kambing hitam’, kambing congek, kelas kambing, bau kambing, kolesterol dlsb.
Dampak dari pencitraan ini yang membuat pasar dan industri kambing tidak tumbuh, diluar Iedhul Adha nyaris tidak ada pergerakan pasar kambing yang berarti.
Padahal pasti bukan kebetulan kalau seluruh nabi menggembala kambing dan profesi yangakan ada hingga akhir jaman juga salah satunya adalah penggembala kambing, maka sangat mungkin ada potensi yang luar biasa tentang kambing ini yang mungkin akan mendongkrak harganya kedepan mengejar harga Dinar – sama dengan kejar mengejarnya harga pizza dan tiket kereta bawah tanah tersebut di atas.
Tetapi apa perlunya kita tahu korelasi kenaikan harga-harga barang dan jasa tersebut di atas? ada kesamaan yang terang Cenderang yang sering kita abaikan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Pertama semua harga barang dan jasa cenderung naik bersamaan oleh inflasi, kedua adalah harga barang dan jasa akan naik karena pertumbuhan demand.
Maka bila kita gagal mengantisipasinya dengan meningkatkan penghasilan dan mempertahankan daya beli uang kita; kesejahteraan kita dan juga anak cucu kita akan mengalami penurunan.
Sebaliknya bila kita tahu barang dan jasa apa yang nilainya akan meningkat, atau yang demand-nya akan melebihi supply-nya kedepan maka pengetahuan ini bisa menjadi pembeda siapa-siapa yang bisa menangkap peluang dan siapa yang menjadi korban kenaikan harga .
Karena kita tidak hidup di New York dan mungkin juga tidak suka makan pizza; kita bisa mulai amati pergerakan harga kambing, harga emas, harga beras, harga bensin, biaya layanan kesehatan, biaya pendidikan dst. mana yang menjadi ancaman kemakmuran dan mana yang menjadi peluang kita. Wa Allah A’lam.
Penulis Direktur Gerai Dinar, kolumnis hidayatullah.com