Lanjutan artikel PERTAMA
Oleh: Dr Adian Husaini
Cinta dunia dan bergantung padanya adalah pangkal segala kerusakan (hubbud-dunyā wal-ta’alluqu bihā ra’su kulli khathīatin). Itu bukan berarti ulama tidak boleh menikmati dunia, sebatas yang dihalalkan oleh Allah. Karena itu, sifat-sifat buruk yang melekat pada ulama jahat bisa dikembalikan pada pangkal masalah, yakni kecintaannya pada dunia. Itulah pentingnya mencari ilmu dengan kejujuran dan keikhlasan.
****
Disamping menganjurkan para pemuda aktivis dakwah agar bersungguh-sungguh dalam mandalami ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu yang diperlukan oleh umat Islam, Syeikh Amin juga menyarankan, agar mereka bersungguh-sungguh dalam usaha tazkiyatun nafs. Yakni, membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela. Sebab, Allah telah menjelaskan, sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya dan sungguh celakalah orang yang mengotori jiwanya. (QS al-Syams: 9-10).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah ketika membaca ayat: “wa nafsin wa-mā sawwāhā, fa-alhamahā fujūrahā wa-taqwāhā”, maka Rasulullah berhenti dan berdoa: “Allāhumma āti nafsiy taqwāhā, anta waliyyuhā wa-mawlāhā, wa-khayru man zakkāhā.” (Ya Allah, hadirkanlah ketaqwaan dalam jiwaku, Engkaulah pelindung dan tuan-nya, dan Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya).
Salah satu doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam: “Allāhumma inniy as-aluka nafsan muhmainnatan tu’minu bi-liqāika, wa-tardhā bi-qadhāika, wa-taqnau bi-‘athāika, wa-takhsyāka haqqa khasyyatika”. (Ya Allah, aku memohon kepada-Mu akan jiwa yang tenang yang beriman pada perjumpaan dengan-Mu, yang ridha terhadap keputusan-Mu, yang menerima pemberian-Mu, dan yang sungguh-sungguh takut pada-Mu).
Aktivitas tazkiyatun nafs (pensucian jiwa) dilakukan dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah. Mensucikan umatnya (wa-yuzakkīhim) adalah salah satu tugas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam, disamping mengajarkan kitab dan hikmah. Rasulullah menekankan pentingnya melakukan jihad melawan hawa nafsu ini: al-mujāhidu man jāhada nafsahū. Seorang mujahid adalah yang berjihad melawan hawa nafsunya. Jiwa yang tenang, sebagaimana doa Rasulullah, adalah yang ridha dan ikhlas menerima keputusan dan pemberian Allah. Jiwa seperti ini diraih melalui pemahaman aqidah yang kokoh dan latihan yang terus-menerus, tidak mengenal lelah.
****
Selama sekitar satu bulan di Sudan saya banyak mendapatkan informasi dan pengalaman dari para mahasiswa Indonesia yang sedang bergiat mencari ilmu di sini. Berbeda dengan kondisi beberapa negara, mencari ilmu di Sudan cukup berat tantangannya. Kondisi alam yang ekstrim – sangat panas dan sangat dingin di musim-musim tertentu – masalah perumahan dan sebagainya, juga menjadi tantangan bagi para mahasiswa. Tahun 2015 ini diperkirakan ada sekitar 500 mahasiswa Indonesia yang belajar di Sudan. Sebagian besar menimba ilmu-ilmu keislaman di Tingkat Strata-1.
Kondisi keamanan negara Mesir, Yaman, dan Suriah (Syiria) telah mendorong banyak mahasiswa Indonesia beralih ke Sudan. Uniknya, hampir semua yang datang ke Sudan ini mendapatkan beasiswa dari universitas-universitas di Sudan. Padahal, kondisi negara ini – secara fisik – masih di bawah Indonesia. Di Universitas Internasional Afrika saja, setiap tahun, disiapkan 100 kursi beasiswa untuk anak-anak Indonesia. Tahun ini, bahkan jumlah itu mencapai hampir 150 orang.
Di sela-sela jadwal kuliah formal mereka, banyak mahasiswa yang memanfaatkan kegiatan mengikuti halaqah-halaqah keilmuan di sejumlah masjid, seperti di Masjid Syeikh Amin. Ada yang sudah mengikuti majelis ilmu Syeikh Amin itu lebih dari delapan tahun. Selama itu mereka telah menamatkan banyak kitab penting dalam khazanah keilmuan Islam. Dalam halaqah-halaqah ilmiah inilah mereka bisa meningkatkan ilmu dan akhlak mereka, karena mereka dapat langsung belajar dari sikap para masyayikh yang ringan tangan menyediakan kitab-kitab yang dikaji.
Bukan hanya itu, sebagian masyayikh juga menyiapkan kendaraan jemput-antar bagi para pencari ilmu. Seorang murid Syeikh Amin bercerita, bahwa dalam beberapa kali halaqah, Syeikh Amin tidak kuasa menahan tangis, dan langsung pulang ke rumah, ketika membahas kasus-kasus pelecehan kepada Ibu Aisyah r.a. yang dilakukan orang-orang Syiah. Begitu pula, dalam berbagai kitabnya,
Syeikh Amin banyak mencontohkan para sahabat Nabi dan para ulama yang sangat tinggi akhlaknya. Majlis-majlis ilmu seperti inilah yang perlu dikembangkan; majlis ilmu yang menekankan ketinggian ilmu dan akhlak mulia.
Dalam berbagai acara dialog dengan mahasiswa Indonesia, saya merasakan tingginya minat mereka untuk mendalami ilmu dan mengamalkan ilmunya setelah pulang ke Indonesia. Banyak dari mereka yang merasakan beratnya biaya sewa rumah, khususnya bagi yang sudah menikah. Rumah sederhana yang termurah harus disewa sekitar Rp3 juta/bulan. Saya mengontrak rumah dengan dua kamar, seharga sekitar 8 juta/bulan. Sepatutnya pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang layak kepada para pencari ilmu agama ini.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Ke depan, sepertinya, akan semakin banyak mahasiswa Indonesia yang belajar di Sudan ini. Dengan segala kekurangannya, negeri Sudan saat ini menjadi tujuan dari para mahasiswa dari berbagai negara di dunia untuk mencari ilmu, khususnya dalam ilmu keislaman dan bahasa Arab. Saya berharap, ke depannya, pemerintah Indonesia akan meningkatkan perhatian dalam masalah pendidikan keislaman dan ketrampilan para mahasiswa kita di Sudan ini. Juga memberikan bantuan untuk meringankan beban para mahasiswa, agar mereka lebih mudah dan nyaman dalam mencari ilmu.
Dalam jangka pendek, Pemerintah Indonesia bisa menempatkan satu Asisten Pendidikan di Kedubes RI di Khartoum.
Para mahasiswa yang sedang menimba ilmu-ilmu keislaman ini adalah para mujahid ilmu yang doa-doa mereka insyaAllah maqbul. Jika ingin musibah asap segera sirna, hujan segera diturunkan Allah, dan krisis ekonomi negeri kita diringankan, tidak ada salahnya meminta bantuana doa para para pencari ilmu ini. Jangan sampai para haji yang sedang memimpin negeri kita berlaku tidak adil: para penghibur dihormati teramat tinggi, sementara doktor-doktor al-Quran yang pulang dari Sudan dan negeri-negeri lain, tidak dipedulikan nasibnya sama sekali. Walahu A’lam.*/Khartoum, 23 Oktober 2015
Penulis adalah Ketua Program Magister dan Doktor Pendidikan Islam—Universitas Ibn Khaldun Bogor. Catatan Akhir Pekan (CAP) hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah.com