Di lain pihak, Rusia bersama sekutu-sekutunya terus menerapkan strategi yang jelas tanpa harus meninjau ulang setelah berhasil mengokohkan rezim dan mengembalikan pengaruhnya di kawasan. Iran pun tanpa kesulitan terus melanjutkan pasokan senjata dan pasukan membantu rezim melawan oposisi sebagai salah satu “buah“ dari persetujuan program nuklirnya di Jenewa 3 yang juga melancarkan jalan menuju “kemitraan“ kembali dengan AS seperti zaman Shah terdahulu.
Dengan situasi yang digambarkan diatas, tidak aneh bila akhir-akhir ini, para pejuang oposisi terutama Tentara Kebebasan terus terdesak di berbagai front menghadapi pasukan rezim dukungan Hizbullah dan Garda Republik Iran serta persenjataan canggih. Sayangnya, perpecahan internal oposisi sangat berdampak terhadap lemahnya dukungan politis dan militer internasional yang membuat rezim kembali berada di “atas angin“.
Diwaspadai
Memasuki tahun keempat penderitaan rakyat negeri Syam itu, dilaporkan pula jatuhnya salah satu wilayah kekuasaan oposisi yang cukup strategis yakni kota Yabrood, setelah beberapa minggu terjadi pertempuran sengit tidak berimbang dengan pasukan rezim yang didukung militan Hizbullah. Para pejuang oposisi dengan senjata alakadarnya kelihatannya tidak mampu menandingi ribuan personil rezim Assad dan Hizbullah yang dilengkapi senjata modern.
Bashar al Assad nampak akrab Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Mohammad Javad Zarif
Pasukan rezim dan Hizbullah dilaporkan telah mengubah strategi mereka dalam serangan di Yabrood yang sebelumnya melalui serangan darat, karena kerugian besar yang mereka derita maka mereka mengintensifkan pengeboman udara dan tembakan artileri untuk menghindari korban dikalangan mereka. Yabrood adalah daerah strategis yang terletak di lalu lintas internasional yang menghubungkan ibukota Damaskus dengan daerah pesisir dan daerah perbatasan dengan Libanon.
Pertempuran Yabrood mungkin bukanlah pertempuran menentukan namun dapat dijadikan sebagai isyarat terhadap arah peperangan kedepan yang harus diwaspadai kalangan oposisi dan sejumlah negara kawasan pendukung oposisi. Jatuhnya kota ini sebagai salah satu sinyal kuat tentang makin meningkatnya kemampuan rezim yang didukung Hizbullah dan Iran yang siap mengembalikan control wilayah-wilayah yang direbut oleh oposisi.
Sejumlah analis Arab mengingatkan bahwa kejatuhan kota tersebut sebagai lampu merah berbahaya yang harus diwaspadai negara-negara Arab penentu karena kejatuhannya di tangan rezim sebagai bukti bahwa Iran berhasil memimpin perang di Suriah. Negeri Persia itu bukan hanya sekedar mengirim senjata, akan tetapi mengirim juga personil terlatih disamping ribuan milisi Hizbullah Libanon.
“Penting untuk mendudukkan masalah ini secara proporsional dan kita harus melihat perang di Suriah sebagai konfrontasi lain di kawasan bahkan perang regional tersendiri sehingga Iran mati-matian untuk memenangkannya. Bila berhasil di Suriah, mereka dapat mengontrol bagian utara Arab (Iraq, Libanon dan Suriah) sehingga lebih mudah lagi untuk mengontrol wilayah terintegrasi lainnya di Yaman dan Somalia,“ papar Abdul Rahman al-Rashed, Senin (16/03/2014).
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sebelumnya, analis asal Arab Saudi ini juga mengingatkan bahaya yang akan menimpa kawasan bila mengakhiri dukungan terhadap oposisi meskipun hingga saat ini oposisi masih menghadapi perpecahan internal. “Negara-negara penyokong oposisi dan pendukung rakyat Suriah tetap konsisten pada posisinya terutama Arab Saudi, Qatar dan Uni Emirat Arab. Negara-negara ini faham akan bahaya besar bila melepaskan dukungannya terhadap oposisi,“ tegasnya.
Alhasil pemandangan di Suriah telah berubah dan kelihatannya tidak akan kembali seperti semula meskipun rezim Assad berusaha memutar balik jarum jam dengan dukungan Iran bersama Hizbullah dan Rusia.*/Yaman, 19 Jumadal Ula 1435 H
Penulis kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Yaman