Perilaku Memamerkan Dosa
TERMASUK faktor yang menyebabkan dosa kecil menjadi besar adalah memamerkan dosa dengan cara menyebut-nyebutnya setelah melakukannya, atau dia melakukannya di hadapan orang lain. Karena hal itu berarti merobek tirai Allah yang telah ditutupkan padanya, juga dapat menggugah keinginan buruk pada diri orang lain terhadap perbuatan yang diperdengarkannya atau dipertontonkannya itu. Jadi, dua-duanya merupakan tindak kejahatan yang digabungkan dengan tindak kejahatannya sehingga menjadi beratlah ia.
Jika tindakan menyeret orang lain kepada dosa dan membukakan peluang kepadanya digabungkan lagi, maka jadilah kejahatan keempat sehingga semakin menumpuklah kekejian yang terjadi. Di dalam riwayat disebutkan: “Setiap orang dapat dimaafkan kesalahannya kecuali orang-orang yang suka pamer, yaitu orang yang melalui malamnya dengan melakukan perbuatan dosa yang telah ditutupi oleh Allah, lalu ketika memasuki pagi tiba-tiba ia membuka tutupan Allah tersebut dengan membeberkan dosanya.” (Hadist Muttafaq ‘alahi daru Abu Hurairah). Hal demikian karena di antara sifat-sifat Allah dan kenikmatan-Nya adalah bahwa Dia menampakkan keindahan dan menutupi keburukan, karena itu tutupan-Nya tidak boleh dirusakkan. Tindakan menampakkan kejahatan itu berarti kufur terhadap nikmat ini.
Di antara ulama ada yang berkata: “Janganlah engkau melakukan dosa! Namun jika engkau terlanjur melakukannya, maka janganlah menggugah orang lain untuk melakukannya sehingga engkau berdosa dua kali. Dan karena itulah Allah berfirman: Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan melarang berbuat yang baik. (At Taubah: 67). Di antara generasi salaf ada yang berkata: “Tidaklah seorang mencemarkan nama baik saudaranya lebih besar daripada membantunya berbuat kemaksiatan kemudian menganggap enteng hal itu.”
Ada kalanya pelaku dosa tersebut adalah seorang berilmu yang dijadikan panutan. Maka jika ia melakukannya di tempat yang dapat terlihat oleh orang lain, akan menjadi besarlah dosanya. Misalnya memakai sutera, mengendarai kendaraan dari emas, dan mengambil harta yang syubhat dari kalangan pejabat, berkunjung kepada para penguasa, mengumbar omongan yang mencemarkan kehormatan orang lain, melecehkan dan menganggap sepele orang lain dalam perdebatan, serta sibuk mempelajari ilmu yang tujuannya untuk memperoleh kedudukan. Dosa-dosa ini akan diikuti orang lain bila dilakukan oleh orang yang berilmu. Sehingga, bila yang bersangkutan meninggal dunia, maka keburukannya tetap menyebar di seluruh alam sepanjang masa. Maka berbahagialah orang yang meninggal dunia dan ikut berakhir pula dosa-dosanya.
Di dalam satu riwayat disebutkan: “Barangsiapa yang mewariskan suatu kebiasaan buruk, maka ia akan menanggung dosanya dan dosa-dosa orang yang mengerjakannya, tidak kurang sedikit pun dari dosa-dosa mereka.” (Hadist diriwayatkan Muslim dari Jarir bin Abdullah). Firman Allah: Dan kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan pengaruh-pengaruh yang mereka tinggalkan.” (Yasin: 121).
Pengaruh-pengaruh itu adalah apa yang terjadi menyusul terjadinya suatu perbuatan dan setelah matinya si pelaku.
Ibnu `Abbas berkata: “Celakalah orang yang berilmu akibat para pengikutnya. Ia melakukan suatu kesalahan lalu kembali ke jalan yang benar, tetapi kesalahan itu ditiru oleh orang lain dan mereka menyebarkannya ke mana-mana.”
Di antara ulama ada yang mengatakan, perumpamaan dosa orang yang berilmu adalah seperti pecahnya kapal, lalu tenggelam, dan ikut tenggelam pula penumpangnya. Di dalam kisah Israilliyat, diceritakan tentang seorang yang berilmu yang menyesatkan orang lain dengan bid’ah, kemudian ia pun bertobat dan mengadakan perbaikan sepanjang masa. Lalu Allah menyampaikan wahyu kepada nabi-Nya: “Katakan kepadanya, sesungguhnya dosamu, seandainya hanya terjadi antara-Ku dan dirimu, niscaya telah Aku ampuni. Tetapi bagaimana dengan orang yang telah engkau sesatkan di antara hamba-hamba-Ku dan telah engkau seret mereka ke neraka?”
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dengan ini, nyatalah bahwa tanggung jawab para ulama itu sangat besar. Mereka mempunyai dua tugas pokok: meninggalkan dosa, dan menyembunyikannya. Sebab, sebagaimana dosa-dosa mereka bisa berlipat ganda, akan berlipat ganda pula pahala mereka apabila mereka diikuti. Maka tindakan meninggalkan basa-basi dan kecenderungan kepada dunia serta hanya merasa puas dengan yang sedikit darinya, yakni yang pokok dari makanan dan yang sederhana dari pakaian, lalu ia diikuti dan diteladani baik oleh kalangan ulama yang lain maupun orang awam, maka ia akan mendapatkan pahala seperti mereka.
Dan jika ia cenderung kepada basa-basi, maka tabiat orang yang di bawahnya pun akan ikut cenderung menirunya. Pada dasarnya perilaku basa-basi itu sering muncul bila seseorang sering bergaul dengan para penguasa dan gemar mengumpulkan kekayaan dari sumber yang haram. Dan itulah yang menjadi sebab semua itu. Maka gerak-gerik para ulama sedikit-banyak akan berlipat ganda pengaruhnya, baik dalam bentuk keuntungan dan maupun kerugian.*/Imam al-Ghazali, tertulis dalam bukunya Menebus Dosa.