Strategi kedua, agar bisa mengetahui seberapa banyak dosa yang kita perbuat, maka muhasabah adalah solusinya. Sahabat Umar bin Khatthab dalam atsarnya mengatakan”hasibu anfusakum qabla an tuhasabu” (hisablah diri kamu sebelum kamu dihisab). Hal ini bisa dilakukan dengan mencatat dosa-dosa kita dari dosa yang kecil sampai dosa yang besar. Barulah kemudian dimohonkan ampunan semua dosa yang tercatat tersebut.
Strategi ketiga, tajdidu al-taubah (memperbarui taubat). Imam Abullah bin Alwi al-Haddad berkata “hendaknya seseorang memperbarui taubat setiap saat, sebab seorang hamba tidak sepi dari maksiat dhohir maupun bathin, oleh karenanya dosanya pasti banyak. Sesungguhnya Rasulullah dengan kemaksumannya bertaubat kepada Allah dan bersitghfar setiap hari sebanyak 70 kali”. (Imam Abdullah bin Awli al-Haddad, Risalah al-Muawanah, hal. 17)
Setelah membersihkan diri dengan taubat, langkah selanjutnya untuk takziyatu al-nafs adalah mengisi dan membiasakan diri dengan akhlak al-karimah semisal tawadhu (rendah hati) yang berguna mengikis takabbur dan memadamkan api kemarahan. Neriman dengan yang ada dan cukup atas pemberian rizki atau nikmat dari Allah swt (qana’ah) ,menjaga diri dari hal yang syubhat& meninggalkan yang haram (wara’). Dan lain sebagainya.
Bahkan dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim, Syaikh Zarnuji membahas satu bab khusus tentang wara’ dalam ilmu. Orang yang wara’ dalam mencari ilmu, maka ilmunya akan bermanfaat dan barakah, serta mudah dalam mempelajarinya.
Dalam bab tersebut, Syaikh Zarnuji menyitir Hadist Rasulullah Saw bahwa barang siapa yang tidak wara’ ketika mencari ilmu, maka ia akan terkena salah satu dari tiga bencana, yaitu ia akan mati dalam keadaan muda, ditempatkan pada satu kaum yang jahil, dan atau menjadi budak pemerintah.
Masih menurut syaikh Zarnuji bagian dari wara’ dalam belajar ialah menjaga diri dari perut kenyang (yahtariz ‘an al-Syiba’), banyak tidur (katsrat al-naum), banyak bicara (katsat al-kalam), dan sebisanya tidak memakan makanan di pasar sebab makanan di pasar lebih dekat pada najis dan kotor. Hal ini bisa menyebabkan jauh ingat pada Allah dan dekat pada kelupaan. (Syaikh Zarnuji, Ta’lim Muta’alim, hal. 39).
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kesimpulan
Hakikat ilmu adalah suci, oleh karenanya untuk mendapatkannya pun harus keadaan suci. Kesucian dalam mencari ilmu hanya bisa diperoleh dengan tazkiyatu al-nafs dengan bertaubat dan berkhlakul karimah. Diantara akhlak al-Karimah adalah tawadhu’, qana’ah , wara’ dan lain sebaginya.*
Penulis adalah alumni Mahasiswa STIT Uluwiyyah Mojosari-Jawa Timur dan Santri Alumni PP. Adaamul Ulama’- Pandaan-Jawa Timur