Sambungan artikel PERTAMA
Untuk menguatkan kandungan ceramahnya terkait memperbarui iman, Kiai membacakan sebuah hadits nabi yang diriwayatkan oleh Musnad Imam Ahmad bin Hanbal tentang memperbarui iman dengan kalimat tauhid sebagaimana hadits berikut:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ يَعْنِي الطَّيَالِسِيَّ حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ مُوسَى السُّلَمِيُّ الدَّقِيقِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ وَاسِعٍ عَنْ شُتَيْرِ بْنِ نَهَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ رَبُّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ لَوْ أَنَّ عِبَادِي أَطَاعُونِي لَأَسْقَيْتُهُمْ الْمَطَرَ بِاللَّيْلِ وَأَطْلَعْتُ عَلَيْهِمْ الشَّمْسَ بِالنَّهَارِ وَلَمَا أَسْمَعْتُهُمْ صَوْتَ الرَّعْدِ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ حُسْنَ الظَّنِّ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ حُسْنِ عِبَادَةِ اللَّهِ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَدِّدُوا إِيمَانَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ نُجَدِّدُ إِيمَانَنَا قَالَ أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ) مسند أحمد – الرسالة (14/ 327)[1]
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Daud yakni al-Thayalisi, telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Musa al-Sulami al-Daqiqi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Wasi’ dari Syutair bin Nahar dari Abi Hurairah ﷺ bersabda, Tuhan-mu yang Maha Perkasa dan Maha Agung berfirman:”Sekiranya hamba-hamba-Ku taat kepada-Ku, maka aku akan memberikan hujan kepada mereka di malam hari dan Aku akan menerbitkan Matahari di siang hari dan tidak akan memperdengarkan petir kepada mereka, dan Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya prasangka baik kepada Allah Subhanahu Wata’ala termasuk kebaikan ibadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, kemudian Rasullah ﷺ bersabda:”Perbaharuilah iman kalian, Rasulullah ditanya: “Ya Rasulullah bagaimana cara memperbaharui iman?, beliau menjawab:”Perbanyaklah kalimat Laa Ilaaha IllAllah Subhanahu Wata’alau”. [Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (Madinah: Muasasah ar-Risalah, 1999), Vol. 14, hlm. 325]
Hadis di atas menjadi rujukan uatama Kiai Hamid dalam ceramahnya terkait pentingnya memperbarui iman dengan memperbanyak membaca kalimat tauhid. Sekalipun penulis tidak menemukan Asbābul wurūd (sebab datangnya hadis) secara jelas. Oleh karena perlu melakukan sebuah pendekatan sosio-historis atau asbābul wurūdnya, yaitu bagaimana aspek sosial masyarakat arab pada zaman dahulu, sebelum datangnya hadis tersebut. Hadis tersebut menjelaskan tentang pernyataan Umair bin Hubaib bin Hamasah dan dia termasuk sahabat Nabi, yang menyampaikan kepada para sahabatnya, yaitu iman itu bisa bertambah dan berkurang, kemudian para sahabat bertanya kepadanya: “Apa yang menyebabkan iman bisa bertambah dan berkurang?. Ia menjawab:” Iman bisa bertambah adalah dengan berzikir dan takut kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sedangkan apabila dia lupa, lalai dan selalu menyia-nyiakan kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Memperbaharui iman artinya membenarkan dengan hati sebagaimana pernyataan Ibn Mas’ud bahwa dengan zikir dapat menumbuhkan keimanan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan ladangnya. Zikir sendiri merupakan karakterisitik iman, semakin bertambah iman seseorang, maka semakin banyak pula ia berzikir kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Jumhur ulama berpendapat dari kalangan ahl as-sunnah, bahwa semua keta’atan sebagian dari iman. Jika difahami secara sepintas, bahwa iman itu bisa diciptakan dengan berusaha memperbaharuinya. Dengan kata lain kerinduan, kecintaan tidak akan menciptakan keimanan yang sempurna kecuali dengan mengulang-ngulang kalimat Ṭayyibah yang menghasilkan pembaharuan dan pertumbuhan kecintaan dan kepercayaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang terus-menerus tidak terputus.
Hadis di atas jika dikaitkan dengan ayat al-Qur’an sebagaimana berikut, tampaknya sangat sejalan, karena hadis di atas menguatkan atau menjelaskan ayat al-Qur’an yang berbicara tentang masalah iman. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam surat an-nisa ayat 133, yaitu:
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلى رَسُولِهِ وَالْكِتابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالًا بَعِيداً.
Ayat ini secara zahir dikhususkan bagi orang-orang mukmin, dan membicarakan tentang orang yang bertaqwa yang ditunjukan untuk kebahagiaan orang yang dan pengakuan dalam mengikhlaskan semua kehidupannya. Selain itu, diperintahkan untuk terus mudawamah dalam memperbaharui iman di dalam hati dan memenuhi dengan cahaya yang menambah keyakinan dan membuka rahasia-rahasia yang diketahui oleh ahl bashair (orang yang mempunyai akal).
Berangkat dari kenyataan di atas, pendirian pondok pesantren, silaturrahim kepada masyarakat, ceramah dengan menggangkan kalimat tauhid adalah bagian cara dakwah belaiu dalam menyebarkan kesadaran agama dan menegakkan agama tauhid. Sebab dalam perjalanan dakwahnya, Kiai Hamid tidak sedikit mengalami tantangan yang cukup berat di masyarakat. Utamanya yang berkaiatan dengan hal-hal yang berbau tahayyul dan khurafat. Kepercayaan masyarakat Bawean kepada hal-hal magis menjadi tantangan tersendiri bagi Kiai Hamid. Dakwah pada pada masyarakat tradisional yang masih kental dengan budaya magis dan tahayyul seperti masyarakat Bawean menjadi tantangan yang cukup berat bagi Kiai Hamid. Sebab wawasan keagamaan masyarakat yang masih dangkal dan dakwah Islam yang tidak utuh, ditambah budaya magis yang dominan sangat sulit dihilangkan dalam benak masyarakat. Bahkan kalau tidak hati-hati melawan kepercayaaan nenek moyang mereka, masyarakat tidak segan-segan menolaknya. Sebab masyarakat benggapan bahwa agama bagi mereka memiliki kewenangan tersendiri dalam kehidupan masyarakat yang hubungannya hanya dengan Tuhan dalam soal ritual; sementara kegiatan yang lain tetap mereka jalankan, misalnya mengadu sapi, orkes dan pemberian sesajen untuk keamanan diri, datang ke dukun untk kesembuhan penyakit, minta-minta ke kuburan untuk kekebalan dan sebaginya masih sangat kental di masyarakat.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dalam konteks Islam Bawean (khusus terkait sinkretik, masih mencampurbaurkan antara kepercayaan-kepercayaan yang bersifat magis dan mistik dengan ajaran Islam) gerakan gerakan Kiai Hamid tentang gerakan pemurnian tauhid menjadi penting, demi yang pada ujungnya adalah ketaatan terhadap ajaran Islam seraca utuh.
Kiai Hamid berusaha menyegarkan serta menggerakkan masyarakat dalam pemurnian tauhid dengan selalu berzikir bersama dan mengingatkan masyarakagat agar benar-benar mengesakan Allah Subhanahu Wata’ala. Yakni dengan keyakinan serta penyerahan total hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sebab tauhid adalah fondasi tegaknya bangunan agama. Sebagaimana para dai penyeru agama telah menempuh jalan sebagaimana jalannya para nabi dan Rasul dari jaman ke jaman.
Kiai Hamid memulai dakwah dengan ajaran tauhid dan perbaikan akidah kemudian selang bebrapa tahun kemudian beliau mengenalkan berbagai permasalahan agama yang lainnya seperti haramnya mengadu sapi, pencak (mengadu orang), orkes dan mandiling dan lain sebagainya yang kerap ditemukan di masyarakat bahkan menjadi tontonan yang paling digandrungi masyarakat Bawean. Hal ini tanpak dalam syair beliau yang terkenal dalam bahasa Bawean yang berbunyi;
Wa yahrumul urkesu wal panca’u kadzalika mandilingu (Haram hukumnya orkes dan pencak, begitu juga mandiling).
Berkat kesabaran dan ketegasannya dalam berdakwah, akhirnya Kiai Hamid melahirkan banyak santri dan kader untuk melanjutkan dakwah beliau di Bawean. Bisa dikatakan santri Kiai Hamid hampir merata di Pualau terpencil ini. Lambat laun masyarakat mulai sadar dan meningggalkan hal-hal yang berbau magis, tahayyul dan khurafat dan sedikit demi sedikit menejalankan ajaran agama Islam dengan benar. WAllah Subhanahu Wata’alau’alam.*/Ainul Yakin, Dosen Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo, bisa dihubungi melalui email: [email protected]