Nasib tragis kuli kontrak ini disorot tajam oleh Haji Agus Salim. Melalui media massa yang dipimpinnya kerap memberitakan penderitaan para kuli kontrak ini. Ia keluar masuk perkebunan di Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Melaporkan keadaan buruh-buruh perkebunan yang amat tragis.
Salah satunya ketika ia memuat kisah sepasang suami istri yang hidup teramat sederhana di Sumatera, hingga mereka makan pun tanpa lauk, bahkan untuk lauk ikan asin sekalipun. Dengan makan seperti itu, sebulan mereka membutuhkan biaya f 12,10.
Padahal gaji mereka hanya 40 sen atau f12,30. Dengan hanya sisa 20 sen, Haji Agus salim mempertanyakan cukupkah sisa ini untuk membeli pakaian, lauk pauk dan obat-obatan dikala sakit? Dilukiskannya, suami isteri tersebut hidup hanya agar tidak kelaparan saja, padahal mereka bekerja berat dari pagi buta hingga matahari terbenam, tanpa istirahat, dan diawasi oleh mandor-mandor yang kejam. Hal itu dimuat oleh Haji Agus Salim di surat kabar Fadjar Asia yang dipimpinnya. (100 tahun Haji Agus Salim, Pustaka Sinar Harapan,Jakarta 1996)
Di lain waktu, tatkala terjadi kasus pengeroyokan administrateur perkebunan di Langsa hingga tewas, muncul usul untuk mempersenjatai para administrateur dengan senjata api. Usul ini di kecam oleh H. Agus Salim. Menurutnya kejadian itu, terjadi karena para kuli terus ditimpa perlakuan tidak manusiawi dan kejam. Ia setuju, pelaku harus dihukum. Tetapi bukan dengan cara mempersenjatai administrateur. Menurutnya, “Ini sangat berbahaya! Soalnya tabiat penjajah selalu hendak memusnahkan kaum terjajah.” Praktek mempekerjkan kuli kontrak secara tidak manusiawi yang mengikat dengan hukuman kejam ini, saat itu kerap dikenal dengan istilah poenalie sanctie.
Ketika kebijakan poenalie sanctie itu akhirnya akan dihapus, H. Agus salim menulis di Harian Mustika (Poenalie Sanctie dihapuskan, 1 Desember 1931).
“Selama ini kontrak ber-poenalie sanctie itu hanyalah menjadi keuntungan kaum majikan. Kuli yang terjerat dalam kontrak ber-poenalie sanctie itu, tidak dapat melepaskan diri, apabila dikehendakinya lepas itu. Berlainan dengan kontrak perjanjian sipil umumnya; si pekerja yang terikat itu tidak dapat menembus dirinya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“…Sebab itu penghapusan kontrak ber-poenalie sanctie dalam perusahaan tembakau itu haruslah kita sambut dengan syukur, karena menghapuskan sebagian penghinaan yang dipikulkan atas rakyat sebangsa kita. Dan tak lain harapan kita, melainkan supaya lekaslah berikut pula penghapusan kontrak ber-poenalie sanctie itu daripada segala perusahaan ondermining dalam seluruh Indonesia, di mana masih ada kontrak itu berlaku.” *
Penulis adalah pegiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)