IMAN yang bekerja aktif niscaya senantiasa memproduksi kebaikan secara terus menerus. Tak peduli dengan besar kecilnya perbuatan di mata manusia. Baginya kebaikan yang dilakukan akan melahirkan kebaikan berikutnya. Ia selalu bernilai tinggi selama terkoneksi dengan iman kepada Allah dan Hari Akhir.
Inilah rahasia sesungguhnya mengapa orang beriman bisa unggul dalam menapaki peradaban dunia. Mereka tidak lagi berpikir dikotomis, yang hanya sibuk menilai mana amalan besar atau kecil, tapi tidak tergerak melaksanakannya. Sebaliknya semua itu dikerjakan penuh optimis dan optimal, sebagai tabungan pundi amal shalehnya untuk negeri Akhirat kelak.
Dalam al-Qur’an, sikap demikian bisa didapati berserak di berbagai kisah dan peristiwa. Bahkan andai namanya tak dikenal oleh penduduk bumi sekalipun, orang yang berkeyakinan tinggi kepada Allah, tidak lagi menjadikan itu sebagai persoalan. Ia terlanjur menyakini keMahaTahuan Allah dan janji-Nya yang pasti ditepati.
Sebagai contoh al-Qur’an bercerita tentang sekumpulan pemuda yang menyelamatkan akidah hingga bersembunyi di gua. Meski disebut dalam al-Qur’an, bahkan dijadikan nama surat (Al-Kahfi), nyatanya tak banyak yang tahu siapa lengkap dan asal-usul keluarga mereka. Kecuali hanya dikenali dengan sebutan Pemuda al-Kahfi.
Pelajaran yang sama terdapat pada kisah seorang laki-laki dari ujung pelosok satu wilayah. Ia disebut bergegas dan menempuh perjalanan jauh sekadar untuk satu kebaikan yang diniatkan. Mengingatkan kaumnya agar mengikuti sang utusan Allah dan jangan menyakiti Nabi-Nya.
Allah berfirman:
وَجَاء مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ
اتَّبِعُوا مَن لاَّ يَسْأَلُكُمْ أَجْراً وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata, “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS: Yasin [36] : 20-21)
Senada dalam kisah Nabi Yusuf, semoga Allah senantiasa mengaruniakan keselamatan atasnya. Tatkala saudara-saudaranya hendak melaksanakan makar jahat yang disepakati sebelumnya. Tiba-tiba di antara mereka sendiri ada yang menampik usulan pembunuhan yang direncanakan itu.
Allah mengisahkan:
قَالَ قَآئِلٌ مَّنْهُمْ لاَ تَقْتُلُواْ يُوسُفَ وَأَلْقُوهُ فِي غَيَابَةِ الْجُبِّ يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ السَّيَّارَةِ إِن كُنتُمْ فَاعِلِينَ
“Seorang di antara mereka berkata: Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dasar sumur supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kamu hendak berbuat.” (QS: Yusuf [12]: 10).
Di antara hikmah yang bisa dipetik ialah beginilah sikap seorang Mukmin. Dalam kondisi apapun ia selalu hadir memberi manfaat dan solusi bagi lingkungannya. Sekecil apapun kontribusi yang dia mampu, setidaknya ide dan kebaikannya mampu meringankan beban orang lain.
Bisa dibayangkan, jika saat itu semua saudara Yusuf sepakat membunuh Yusuf sesuai makar jahat semula. Maka terjadilah sejarah kelam manusia, pembunuhan atas seorang Nabi yang dilakukan oleh putra sekaligus cucu Nabi pula.
Hebatnya lagi, ide yang setelah izin Alllah, akhirnya menyelamatkan Yusuf ini direkam oleh al-Qur’an, justru tanpa menyebut siapa nama pelakunya. Al-Qur’an hanya menyebut dengan redaksi “… Qala qailun minhum..” (… Berkata seorang di antara mereka…).
Inilah yang disebut di awal tadi, terkadang seorang Muslim itu tidak peduli lagi, apakah namanya dicatat atau tidak. Ia berprinsip, kesempatan berbuat baik harus selalu disergap, tanpa boleh ditunda lagi. Nyaris ia tak sempat lagi berhitung apakah ini perkara besar atau kecil di mata manusia. Sebab yakinnya, semua bernilai tinggi di sisi Sang Penciptanya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sejarah membuktikan, tak semua sahabat Nabi dan orang-orang bertakwa dan shaleh di masa lalu harus dikenang nama besarnya. Bukan karena jasanya yang kecil sebab sungguh kebaikannya purna sebagai generasi terbaik manusia. Mereka adalah manusia-manusia adil, ridha terhadap Allah dan Allah pun menjamin ridha-Nya kepada mereka.
Bangsa Indonesia juga tak luput dari jasa dan kebaikan para pejuang yang tak dikenal nama dan asal-usulnya. Tapi mereka adalah orang-orang yang rela bersimbah darah dan gugur sebagai yang cinta kepada agama dan negerinya.
Bahkan hari ini, nyaris kita semua merasakan dampak kebaikan dari orang-orang yang tak dikenali namanya, namun jasa dan budi baiknya mengampiri kita setiap waktu. Lalu kenapa kita belum bersyukur kepada-Nya?*/Masykur