HINGGA hari pembalasan, setan telah berjanji untuk menyesatkan manusia, mengajak masuk ke dalam barisannya. Sebagaimana dinyatakan Allah SWT, “Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan setan. Ketahuilahbahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi.” (al-Mujaadilah: 19)
Setan telah berhasil membujuk mereka yang menafikan keberadaan Allah SWT. la telah menjebak manusia dari segala sisi, membuat mereka lupa kepada Allah, dan memperoleh penghambaan yang mutlak dari mereka. Karena itulah, orang-orang ini masuk ke dalam barisan setan, sebagai makhluk yang mengajak orang lain kepada keingkaran, dosa, dan kejahatan.
Bagi mereka yang dengan ikhlas percaya kepada Allah, tentu saja berbeda halnya. Setan dengan cara apa pun tidak dapat mencegah mereka dari berjuang di jalan Allah. la tidak dapat mencegah mereka untuk mengamalkan perintah agama, melaksanakan shalat, melakukan kebaikan dan berlaku jujur, menyebut nama Allah, dan mengorbankan diri mereka untuk berjuang dengan harta dan jiwa.
Menyadari hal itu, setan terpaksa mencari tipu daya yang lebih sulit untuk memengaruhi para mukmin sejati. Karena ia tidak dapat secara langsung menghalangi amal baik yang dilakukan karena Allah, ia berusaha mencampuradukkan kejahatan dalam niat baik mereka saat melakukan suatu perbuatan. Ini dilakukan untuk mengalihkan pandangan mereka selain kepada keridhaan Allah dan untuk mencegah mereka berpaling kepada Allah dengan tulus ikhlas, dengan cara menyerang keikhlasan mereka.
Di dalam al-Qur’an, tujuan setan hingga detik ini ditegaskan dengan kata-katanya sendiri. Ayat yang berhubungan dengan perkataan setan disebutkan sebagai berikut:
“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.” (an-Nisaa’: 119-120)
“Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (al-A’raaf: 16-17)
Sebagaimana ditunjukkan di dalam ayat tersebut, setan berusaha mengendalikan mereka dengan “membawa kepada kesesatan dan memenuhi mereka dengan harapan-harapan palsu”, dengan “menyerang mereka di jalan Allah yang lurus”, dan dengan “mendatangi mereka dari depan, belakang, dari kanan dan kiri mereka”.
Ia menggunakan tipuan agar manusia melihat kebenaran sebagai kesalahan, kebaikan sebagai kejahatan, yang bagus sebagai kejelekan, dan kejahatan sebagai kebaikan. la berusaha mencegah manusia dari perbuatan baik karena Allah dengan menanamkan keraguan dan keinginan yang sia-sia di dalam hati mereka. Setan berusaha keras memikat orang-orang beriman untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan akhlak al-Qur`an dengan memperindah dan menghiasinya agar terlihat lebih menarik.
Tentu saja setan tidak dengan terang-terang mengajak mereka untuk menafikan Allah dengan berbisik, “Jangan mengikuti al-Qur’an, jangan memenuhi ridha Allah, patuhilah aku.” Sebaliknya, ia mencoba menipu mereka dengan tipu muslihat, kelicikan, dan kebohongan. la berusaha mencegah mereka untuk berbuat ikhlas dan menanamkan berbagai macam keinginan dan nafsu di dalam hati mereka, dan membuat mereka lebih mencari pujian daripada mencari keridhaan Allah.
Misalnya saja, ia berusaha untuk menyisipkan keinginan untuk mendapatkan kerelaan manusia dalam niat seorang mukmin yang berusaha untuk melakukan perbuatan baik karena Allah. Setan mendorongnya untuk memuji kebaikan dirinya dan melambungkan egonya.
Dengan berbangga diri ketika melakukan perbuatan baik, ia terhalang untuk ikhlas dalam perbuatannya itu. Seharusnya, jika ia benar-benar memilih untuk melakukan suatu perbuatan yang mengorbankan dirinya, ia harus melakukannya untuk mendapatkan keridhaan Allah. Karena itulah, ia tidak perlu mengumumkan perbuatannya. Dengan cara apa pun, Allah melihat dan mendengarnya. Akan tetapi, setan menghadirkan keinginan itu dalam bentuk yang terlihat tidak salah, seperti alasan-alasan, “Mereka akan percaya dan lebih mencintaimu jikamereka tahu betapa berakhlak dan lurusnya dirimu, dan betapa patuhnya engkau pada al-Qur’an. Bagaimana juga ini adalah keinginan yang benar-benar sah.”
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Tentu saja ini adalah keinginan yang sah-sah saja dan dijalankan sesuai dengan al-Qur’ an jika ia mencari pengakuan Allah dan meninggalkan apa yang dikatakan masyarakat serta berpaling kepada Allah. Jika ia berbuat sebaliknya, ia akan berisiko untuk dikuasai oleh kesalahan yang ditolak oleh al-Qur’an. Sikap-sikap tersebut menjadikan ibadah terlihat dan membuat seseorang merasa berbangga diri. Semua sikap tersebut berseberangan dengan keikhlasan dan kesucian. Sifat-sifat yang hanya dibutuhkan saat melakukan ibadah untuk semata-mata mencari keridhaan Allah.* [Tulisan berikutnya]
Dipetik dari tulisan Harun Yahya dalam bukunya Keikhlasan dalam Paparan Al-Qur’an.