Hidayatullah.com–Kecelakaan dalam dunia transportasi Indonesia nampaknya semakin sering dan tidak menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem yang ada. Akibatnya masyarat kecil (penumpang) sering menjadi korban yang terus berulang. Demikian salah satu pendapat Dr.Tauhid Nur Azhar,M.Kes kepada hidayatullah.com, Ahad siang (30/1).
“Kalau melihat kronologinya saya menduga faktor atau mental fatique dan jenuh diwaktu ekstrem yang sering menjadi masalah,” duganya.
Lebih lanjut Tauhid menjelaskan, mental fatique adalah kelelahan yang dialami seseorang baik secara mental maupun fisiologis. Jika kondisi demikian berlangsung secara terus menerus dan berulang ganda maka akan berimbas pada kelelahan fisik. Sehingga, sambungnya,dalam konsisi lelah fisik akan sangat mudah memicu munculnya hormon stres.
“Kondisi stres tersebut juga bisa memicu hormon kortisol lebih cepat,” tambah Tim Peneliti Keselamatan Transportasi Moda Kereta Api Kemenritek ini.
Sering terjadinya kecelakaan Kereta Api pada dini hari menurut Tauhid juga sebagai faktor siklus sirkadian. Siklus tersebut sebenarnya siklus normal yang terjadi pada setiap orang. Namun yang harus diwaspadai, siklus tersebut bisa dibarengi dengan munculnya hormon cemas yang muncul antara pukul 24.00 hingga 05.00 WIB.
“Puncaknya biasanya akan terjadi pukul 02.00 hingga 05.00 WIB dini hari yang biasa disebut sebagai kondisi ekstrem. Kondisi demikian sebenarnya bisa menjadi energi positif, contohnya bagi mereka yang sudah terbiasa tahajud. Namun akan berdampak berbeda bagi yang tidak terbiasa dan dalam kondisi yang memerlukan konsentrasi tinggi, misalnya operator mesin malam atau seorang masinis,” jelas dosen Fakultas Kedokteran Unisba ini.
Dari beberapa penelitiannya juga menunjukkan faktor jadwal kerja dan menu konsumsi masinis juga mempengaruhi konsentrasi dalam menjalankan trasportasi massal yang masih banyak peminat tersebut. Untuk itu dirinya menyarankan kepada pemerintah dan kementerian terkait, selain mengatur ulang menu konsumsi terutama kopi dan minuman suplemen penahan kantuk juga agar melakukan inovasi persinyalan.
“Minimal ruang masinis diberi sinyal muka dan masuk, seharusnya diberi pemancar radio berfrekuensi khusus yang bisa ditandai warna kuning atau merah akan mengaktifkan alarm berbunyi keras dilokomotif.Sehingga ketika masinis mungkin dalam kondisi tertidur dalam jarak beberapa ratus meter sudah terbangun kemudian akan melakukan tindakan penyelamatan,” imbuhnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Disinggung soal biaya pengadaan alat tersebut yang mungkin mahal,Tauhid segera menyanggah. Menurut hasilnya penelitiannya yang melibatkan berbagai unsur disiplin ilmu tersebut biaya alat tersebut berkisar seratus ribuan saja.
“Yang jelas lebih mahal dari GPS dan tentuntanya lebih mahal nyawa penumpang. Penelitian dan saran sudah kita lakukan,hanya mau tidak pemerintah melakukan tindakan pencegahan.Sehingga kecelakaan khususnya moda transportasi kereta api tidak menjadi hal yang biasa dan terus berulang,” ujarnya.