Hidayatullah.com– Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, bencana hidrometeorologi berupa banjir hingga longsor yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia disebabkan tingginya curah hujan.
Dwikorita mengatakan, BMKG memonitor bahwa suhu muka air laut di Samdera Pasifik pada Agustus-September 2020 semakin dingin. Kondisi ini berbeda dengan suhu muka air laut di kepulauan Indonesia yang lebih hangat. Diketahui, fenomena La Nina yang kemudian menjadi faktor utama tingginya curah hujan di Indonesia.
“Gap (jarak) ini yang mengakibatkan terjadinya perbedaan tekanan yang signifikan. Ternyata sampai akhir September, gap itu semakin melampaui batas normal. Sehingga kami segera mengumumkan, menyebarluaskan, dan melaporkan kepada Presiden bahwa terjadi fenomena La Nina,” kata Dwikorita, Rabu (20/01/2021).
Baca: MUI Serukan Muhasabah Nasional dan Bahu Membahu Hadapi Musibah Beruntun
Meski Indonesia tengah berada di musim penghujan, akan tetapi fenomena itu mengakibatkan tingkatan curah hujan yang signifikan.
“Akibatnya, yang diprediksi terjadi penambahan massa udara basah dari Samdera Pasifik ke kepulauan Indonesia dan mengakibatkan curah hujan semakin meningkat hingga 40% dari normalnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Dwikorita menyampaikan musim hujan di Indonesia secara merata sudah terjadi sejak bulan November 2020 lalu, namun puncaknya beragam. “Ada wilayah yang puncak musim hujannya pada Desember 2020. Tapi sebagian besar mengalami puncak di Januari dan berlanjut hingga Februari 2021,” sebutnya.
Dwikorita mengatakan fenomena La Nina tidak rutin terjadi. Fenomena yang rutin terjadi, yakni angin monsun Asia, turut menambah peningkatan curah hujan di Tanah Air.
“Angin monsun Asia sebelum masuk Indonesia membelok masuk Pasifik. Angin monsun ini yang membawa fenomena musim hujan. Jadi ada penguatan, memang kita masuk musim hujan di Oktober, dan puncaknya diprediksi Januari. Namun dikuatkan fenomena La Nina sehingga ada penambahan 40% maksimal. Awalnya wilayah Sumatera Oktober-November, tetapi mulai Desember-April wilayah Indonesia tengah dan timur,” sebut Dwikorita.
Selain itu, Dwikorita menyebutkan terdapat dua fenomena alam lain yang membuat curah hujan di Indonesia meningkat. Dua fenomena ini bisa dibilang berasal dari luar wilayah Indonesia.
“Ada fenomena Madden-Julian oscillation, yaitu fenomena gelombang atmosfer yang berupa arak-arakan atau masuknya gerombolan atau kumpulan awan yang bergerak dari Samudra Hindia di sebelah barat Indonesia menuju Pasifik melintasi kepulauan Indonesia. Diprediksi 1 minggu hingga 10 hari fenomena ini terjadi. Itu sudah ada 3 fenomena,” sebutnya.
“Selain itu, sesuai prediksi terjadi fenomena seruak udara dingin yang berasal dari dataran tinggi Tibet yang menyeruak masuk ke Indonesia melalui Sumatera dan menuju Jawa bagian barat, tetapi saat ini sedang berada di sekitar Sumatera juga berbatasan dengan Kalimantan,” lanjutnya.
Baca: Gempa Sulbar, Santri-santri ini Jalan Kaki 18 Jam Demi Mencari Kabar Orang Tuanya
Terakhir, kata Dwikorita fenomena lokal berupa pusaran angin di bagian selatan yang memicu peningkatan curah hujan. Hadirnya lima fenomena ini dalam waktu bersamaan mengakibatkan meningkatnya curah hujan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Sehingga secara umum, wilayah Indonesia diprediksi, waktu itu 2020 kami memprediksi, selama Januari-Maret terjadi intensitas curah hujan mencapai 300-500 mm tiap bulannya. Dan ini setara dengan peningkatan curah hujan 40-80% dari normalnya,” sebutnya.
Dwikorita mengaku pihaknya di BMKG sudah memaparkan potensi cuaca ini kepada kementerian/lembaga hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia mengaku BMKG dengan kementerian/lembaga dan Pemprov DKI Jakarta juga sudah melakukan simulasi untuk menghadapi cuaca ekstrem.
“Jadi sebetulnya, antisipasi itu sudah disiapkan namun nampaknya kejadiannya melampaui kapasitas,” kata dia.
Sebelumnya diketahui berbagai bencana melanda Indonesia, seperti banjir yang terjadi di sejumlah wilayah Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Aceh, Malang, Bogor, hingga Papua. Selain itu, bencana longsor terjadi di Sumedang, Sulawesi Utara, hingga gempa bumi di Mamuju-Majene, Sulawesi Barat.*