Hidayatullah.c0m–Berdiri di Jalan Tahlia , di seberang salah satu mall terbesar, saya mengamati seorang wanita. Umurnya kira-kira tigapuluhan tahun. Ia mondar-mandir di antara orang yang berbelanja dan pejalan kaki, dengan menadahkan tangannya sambil memasang mimik sedemikian rupa untuk menarik perhatian dan simpati orang agar mau merogoh kocek atau dompet mereka untuk memberinya uang.
Mengamati para pengemis, khususnya wanita, di jalan-jalan kota Jeddah, menimbulkan berbagai macam pertanyaan di benak saya. Apa yang membuat mereka mengemis? Apakah wanita yang mengaku orang Saudi itu benar-benar orang Saudi? Benarkah ia sama sekali tidak punya pilihan dalam hidup kecuali mondar-mandir di antara kendaraan dan pejalan kaki untuk meminta-minta? Apakah cerita mereka tentang penderitaan dan kesulitan hidupnya yang berkepanjangan benar adanya?
Sebelum menelusuri jalanan, saya pikir ada baiknya mengunjungi Departemen Anti-Pengemis di Kementerian Sosial. Di sana saya bertemu dengan kepalanya yaitu Sa’ad Al-Shahrani. Ia setuju dengan rencana saya untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai dunia mengemis dan para pengemis, khususnya mereka para wanita yang berkewarganegaraan Saudi.
Setelah memperoleh persetujuan dari Al-Shahrani dan penjelasan mengenai proses lebih lanjut serta nasihat, saya pergi melakukan “percobaan di jalan” pertama untuk mempraktekkan cara dan teknik yang sudah dipelajari dari mengamati para pengemis sebelumnya.
Saya berharap posisi saya sebagai seorang wanita Saudi dapat menggugah hati orang-orang yang enggan mengulurkan tangannya, untuk itu saya melakukan beberapa hal untuk menarik perhatian. Perkiraan saya ternyata benar–terutama atas laki-laki. Meskipun ada hasil sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa dibandingkan dengan pria, wanita cenderung lebih mudah memberi kepada pengemis.
Setelah pegalaman hari pertama, di mana saya berhasil mengumpulkan uang dalam jumlah yang tidak banyak, hari selanjutnya saya mengunjungi tempat yang berbeda.
Ketika tiba di suatu lokasi, saya terkejut demi diberitahu oleh seorang pegawai toko setempat bahwa tempat itu merupakan “pangkalan” milik seorang pengemis wanita. Saya diperingatkan akan kemungkinan terjadi pertengkaran jika wanita itu mengetahui saya menggunakan tempatnya. Wanita itu ternyata setiap hari datang ke tempat tersebut dengan diantar mobil bersama dengan sekelompok anak-anak, yang kemudian akan dijemput pada malam hari.
Kabarnya kelompok itu dibagi menjadi beberapa regu, masing-masing bekerja di bawah komando dari para “manajer” mereka.
Saya memutuskan untuk beranjak sedikit menjauh dari lokasi itu setelah diberi tahu bahwa seringkali terjadi pertikaian antar kelompok pengemis di sana. Saya pergi menuju daerah yang lalulintasnya lebih padat sehingga aktivitas saya tidak akan terlalu terlihat oleh para pesaing.
Ketika saya berkeliling di antara kendaraan, sebagian orang tidak memperdulikan saya. Sebagian lain berhenti. Sepertinya ada maksud tertentu dari mereka yang berhenti itu. Seorang pria menawari saya untuk bekerja sebagai pembantunya. Pria lainnya mengajak saya makan siang. Lainnya lagi berusaha menawarkan berbagai macam alternatif untuk mengatasi kondisi keuangan saya.
Sebagian pengemudi menyuruh saya untuk mencari pekerjaan. Sementara seorang pria menawari uang dengan imbalan menyentuh tangan saya!
Ketika melakukan pekerjaan itu, tiba-tiba saya kepergok sebuah kendaraan Departemen Anti-Pengemis dan seorang petugas polisi. Setelah tidak berhasil mengalihkan perhatian mereka, saya dimasukkan ke dalam sebuah kendaraan minibus. Saya sengaja diam ketika ditanya mengenai identitas, untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh para petugas dalam tugasnya menangani para pengemis.
Setelah ada beberapa wanita lain juga dimasukkan ke dalam minibus, kami dibawa ke Kantor Statistik Sosial. Di sana setiap orang diinterview satu persatu. Ketika tiba giliran saya, saya berpura-pura menjadi orang yang sulit ditanyai, dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana mereka mengatasi persoalan itu. Saya menolak untuk memberikan informasi yang ingin mereka ketahui, seperti nama, nomor telepon dan alamat serta latar belakang pendidikan.
Petugas wanita yang menanyai saya ternyata sangat sabar menghadapi kekerasan pendirian saya. Ia mengatakan, karena saya seorang wanita Saudi dan baru pertama kali tertangkap basah mengemis, mereka bersedia membebaskan saya dengan syarat membuat janji tertulis untuk tidak mengemis lagi, bersedia memberitahu identitas lengkap serta diambil sidik jarinya.
Ketika itulah saya menelepon Sa’ad Al-Shahrani, yang kemudian menyuruh para petugas mengantar saya ke ruang kerjanya dan mengungkapkan siapa dan apa tujuan saya sebenarnya.
Al-Shahrani mengatakan, “Masyarakat berada di garis depan dalam mengatasi masalah pengemis. Pertanyaan mengenai wanita Saudi yang mengemis perlu dicari jawabannya, meskipun penelitian mengungkapkan bahwa jumlah mereka tidak banyak, dan hanya sekitar 3 sampai 4 orang saja yang berhasil tertangkap oleh kami dalam sebulannya. Mengenai wanita lainnya, mereka diserahkan pada polisi. Di sana juga ada departemen wanitanya dengan para pekerja sosial yang mengurus dan mencari tahu tentang kebutuhan mereka tiap bulannya agar bisa dibantu. Sebagian dari para wanita itu merupakan janda atau wanita yang bercerai, sebagian lain suaminya dipenjara. Kami senantiasa menjalin hubungan dengan
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Departemen Wanita di Kantor Perburuhan, untuk mencarikan pekerjaan yang cocok bagi para wanita itu. Jika mereka tidak memenuhi syarat, mereka bisa dipekerjakan sebagai penjaga keamanan atau pelayan kopi atau pengawas di acara-acara pernikahan.Salah satu masalah yang paling utama adalah banyak diantara mereka yang menampik kesempatan kerja itu. Mungkin mereka pikir bayarannya terlalu rendah dan mereka menyukai kebebasan sebagai pengemis. Jadi kami berusaha membantu untuk menyadarkan mereka akan bahaya bagi diri dan anak-anak mereka, yang mungkin saja akhirnya akan menjadi pengemis karena dibesarkan dalam lingkungan seperti itu.”
Terus Meningkat
Menurut data statistik dari Departemen Anti-Pengemis, jumlah pengemis Saudi meningkat menjadi 19% dibandingkan tahun lalu yang berjumlah 15%. Berdasarkan laporan tahunan terbaru dari Kementerian Sosial, ada 5.207 pengemis Saudi di kerajaan itu, dan 21.136 pengemis yang bukan orang Saudi. Jumlah totalnya menurun dibandingkan tahun lalu yang berjumlah 30.008. Dari jumlah pengemis Saudi, 1.393 orang merupakan pria dan 3.814 orang adalah wanita.
Buraidah menjadi kota dengan pengemis wanita Saudi paling banyak, tercatat ada 1.546 orang. Diikuti oleh Riyadh dengan 1.009, Abha 344 dan Dammam 335. Kota-kota atau wilayah lainnya mencatat hanya ada kurang dari 200 orang, yaitu Tabuk, Madinah, Al-Ahsa dan Makkah. Sementara Hail membanggakan diri karena mencatat hanya ada 3 orang pengemis wanita Saudi di sana.[di/sg/hidayatullah.com]