Hidayatullah.com | SUNGGUH nikmat segelas kopi dan sepiring kue di sore hari. Pelepas haus, lapar, dan lelah setelah seharian bekerja. Tapi yang terjadi sebaliknya. Karyono baru saja pulang dari bekerja. Alih-alih makan, minum, dan istirahat, ia justru harus kembali menguras segenap tenaganya, menyelamatkan nyawa manusia.
Sabtu (04/12/2021) itu, Dusun Bon Tegalan, Desa Supiturang, Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, tempat Karyono melepas penatnya selama ini, dikagetkan oleh sebuah bencana.
“Saya baru saja pulang, dengar ada banjir. Terus tiba-tiba ada kabar gunungnya meletus,” tuturnya.
Bukan cuma dusun itu, tapi seantero Indonesia dibuat tercengang. Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang memuntahkan isi perutnya. Awan Panas Guguran (APG) berhamburan, melibas siapa saja di sekitar Semeru.
Tapi Karyono belum yakin betul apa yang sebenarnya terjadi. Untuk memastikan, ia berniat ke daerah yang lebih tinggi untuk mengecek keadaan. Namun begitu melihat APG yang mulai mendekat, ia mengurungkan niat. Anak dan istrinya langsung terbayang di wajahnya. Mereka harus diselamatkan.
“Saya langsung ajak anak istri untuk ngungsi,” tuturnya kepada hidayatullah.com, Senin (13/12/2021).
Karyono mengaku tak sempat membawa apa-apa lagi selain fokus mengamankan istri dan kedua anaknya. “Anak saya baru selesai mandi, belum sempat pakai baju langsung saya ajak lari.”
Ia berlari sekuat mungkin ke tempat yang aman. Mereka berbagi satu payung, menerabas semak belukar, melawan panas dari erupsi yang semakin menyengat. “Satu payung berempat. Anak saya yang tidak pakai baju nangis kesakitan kena gumpalan abu (erupsi Semeru) yang jatuh,” tuturnya.
Berlomba dengan waktu, menghindari APG, mereka terus mendaki bukit hingga mencapai kampung sebelah yang dituju. “Turunin tebing di bawah ini, terus naik bukit,” tutur pria yang berprofesi sebagai penambang pasir ini.
Alhamdulillah. Perjuangannya tidak sia-sia. Ia dan ketiga anaknya itu selamat dari bencana. Sementara banyak warga lain termasuk para penambang yang meregang nyawa terdampak erupsi.
Kebanyakan warga bertahan di bukit belakang perkampungan tersebut hingga erupsi mereda. “Kebanyakan warga sini lari ke bukit. Kami nunggu sampai Maghrib baru berani turun,” tutur Sumidi, warga lainnya yang juga terdampak erupsi Gunung Semeru, kepada hidayatullah.com.
Selain yang sempat melarikan diri, ada pula warga yang bertahan di kampung selama erupsi berlangsung. Mereka tertinggal, tak sempat melarikan diri.
“Ada ibu sama anak yang tertinggal rombongan. Suasana sudah gelap penuh debu, jadi mereka berlindung di mushalla,” tuturnya.
Ketika ditanya keberadaan ibu dan anak tersebut, Sumidi mengatakan tidak tahu. Warga di kampung tersebut terpencar mengungsi ke berbagai daerah.
“Kepencar semua. Ada yang di desa sebelah, ada yang ke Madura. Ini tetangga sebelah, saya belum pernah lihat lagi sejak mengungsi,” ujarnya yang mengungsi di daerah Oro-oro Ombo.
Selama mengungsi, sesekali ia pulang ke rumahnya, bermaksud menantikan adanya tawaran relokasi dari pemerintah. “Saya balik ke sini kalau-kalau ada pihak pemerintah yang datang untuk nawarkan relokasi,” ungkapnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Baca juga: Langgar Tetap Utuh Terkena Erupsi, Warga: Selalu Dihidupkan dengan Shalat dan Qur’an
Selama tiga hari berturut-turut, Tim Relawan Baitul Maal Hidayatullah (BMH)-SAR Hidayatullah menyambangi Dusun Bon Tegalan untuk membantu membersihkan rumah warga dan menyalurkan bantuan.
Tim Relawan dari BMH dan SAR Hidayatullah mendirikan posko bersama di dua titik, Pronojiwo dan Candipuro. Selain penyaluran bantuan, Tim BMH-SAR Hidayatullah juga membantu evakuasi, membersihkan rumah warga dan fasilitas umum terdampak, juga mengadakan program trauma healing bagi korban, khususnya anak-anak.*
Baca juga: Rajin Tahajud, Ngaji, dan Taklim, Pasangan Lansia Selamat dari Erupsi Semeru