WANITA tua itu terlihat seksama mengikuti ceramah seorang ustadz di Daarut Tauhid (DT), Cipaku, Jakarta. Sembari sesekali membolak-balikkan al-Qur’an yang berada dipangkuannya, Ia tetap mendengarkan secara serius materi pengajian hari itu.
Setidaknya ada tiga malam dalam seminggu ia habiskannya di tempat itu untuk mengikuti kajian. Rabu (18/12/2013), tepat shalat Maghrib ia sudah berada di sana. Selama dua jam berikutnya, ia terus mendengarkan paparan sang ustadz. Ini kegiatan Nenek Yusuf yang kini sudah berusia 70 tahun ini.
Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK), Baitul Ihsan, Al-Hikmah, Jakarta, merupakan beberapa lokasi masjid yang sering disambanginya Nenek Yusuf. Ia aktif mengikuti berbagai kajian sejak almarhum suaminya masih hidup. Sebelumnya, bersama suami tercinta, ia sering melangkahkan kaki di berbagai majelis ilmu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Setelah suaminya meninggal tahun 1999, Nenek Yusuf terus melanjutkan kebiasaan itu sendirian. Di mejalis ilmu ini, rupanya ia juga memiliki banyak teman dari segala usia. Hal itu terlihat saat hidayatullah.com berbincang dengan ibu dengan empat anak ini.
Kala itu, beberapa perempuan muda menghampirinya untuk mencium tangannya. Mereka terihat akrab dan berbincangan ringan seputar kabar masing-masing.
“Nenek sudah sering ke sini,”ungkap Diah Nurcahyani, salah satu jamaah pada hidayatullah.com.
Diah kemudian mengeluarkan kotak makan yang berisi pisang cokelat goreng. Makanan yang kami sebut Piscok itu tak membutuhkan waktu lama untuk segera tandas.
“Ini suaminya yang buat. Tiap kesini, Diah pasti bawa makanan,”ucap Nenek Yusuf setelah gigitan Piscok pertamanya.
Tak berbeda dengan Nenek Yusuf. Rasa ingin tahu Diah membawa langkahnya ke berbagai majelis ilmu yang bertebaran di sekitar Jabodetabek. Tidak hanya DT, tapi sampai ke sebuah Pondok Pesantren di Bekasi.
“Hampir tiap malam, setelah pulang kerja, saya ngejar kajian. Ramean sama teman,”ungkap karyawan PT. Rekayasa Industri, itu. Tidak tanggung-tanggung, untuk hari Sabtu-Ahad, terdapat dua kajian dalam sehari.
Sempat beberapa bulan terjadi kevakuman mengejar kajian. Pekerjaan kantor yang menggunung ditambah statusnya sebagai seorang isteri, membuat Diah mengatur skala prioritas.
“Kalau udah lama nggak ikut kajian, lama-lama saya kok sangat duniawi sekali. Wah, nggak bisa kayak gini terus,” tutur perempuan yang akrab dipanggil Ani itu. Bersama sang suami, Ia bertekad melanjutkan kebiasaan baiknya seperti dulu kala.
Ia menuturkan, bertambahnya ilmu membuatnya bisa memahami perbedaan mazhab.
“Alhamdulillah, saya tidak gampang menyebut seseorang bid’ah,”tukasnya.
Ibadah, Mengistirahatkan Ruh
Berbagai kajian lepas kerja, bisa dijadikan alternatif berkumpul dalam majelis ilmu. Tidak sedikit jamaah perempuan yang mengikutinya. Pengajian Akhir Pekan RISKA (PARIS) di MASK dan Dialog Lepas Isya, D’Lisya – Youth Islamic Study Club (YISC) Al Azhar, Jakarta, merupakan kajian yang saat ini banyak dijadikan rujukan. Keduanya diadakan setiap Jum’at malam.
Berawal dari kajian semacam itu, pada akhirnya setiap individu akan membutuhkan kajian sesuai kebutuhan masing-masing. Mengamati hal itu sejak 20 tahun lampau, Elly Riani, mengatakan, sebuah siklus akan terbentuk.
“Nanti akan ada satu titik masing-masing jamaah mencari kajian diluar taklimnya yang pertama,”ucap perempuan yang tinggal di Depok, Jabar, itu.
Pencarian tersebut, dikatakannya sebagai kebutuhan ruhani yang lebih tinggi. ”Kalau mau fikih wanita bisa ke Ustadz ini. Kalau mau Shirah Nabawiyah, bisa ke Ustadz yang di sana,”tandas Elly. Masing-masing ustadz memiliki spesifikasinya sendiri.
Mantan kontraktor itu memulai perjalanan spiritualnya secara intensif sejak tahun 2000. Saat itu nama Aa Gym mulai kondang. Bersama teman-temannya, Elly pergi ke DT Bandung untuk mengikuti Malam Bina Iman dan Takwa (MABIT).
Ia juga rela membelah malam supaya bisa hadir pada kajian Subuh seorang ustadz di Ciputat, Tangerang Selatan.
“Jam 3 pagi kami berangkat. Kalau bukan pingin ngejar ilmu, nggak akan seperti itu,”ucapnya saat ditemui paska Tabligh Akbar Bekerja dan Bekerjasama untuk Islam di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta.
Kajian Tasawuf Abah Anom di Tasikmalaya menjadi salah satu jadwal wajib lain baginya. Saat Pimpinan Pondok Pesantren Suryalaya itu meninggal, 2011 lalu, Elly dan teman-temannya melayat kesana.
Tiada malam tanpa diisi dengan kajian ilmu syariah bagi para wanita-wanita yang haus ilmu ini. Apa tidak lelah?
Dengan penuh keyakinan, lajang 46 tahun itu berucap, “Istirahat ruh ini pada saat kita beribadah. Sedangkan istirahat tubuh ini pada saat kita tidur.” *