Sambungan artikel PERTAMA
Itulah sekilas kondisi yang pernah kurasakan waktu itu, sebelum status kebujanganku berubah oleh akad ijab qabul yang kuucapkan dan disahkan sang penghulu di hadapan seorang lelaki yang kini telah resmi menjadi bapak mertuaku, Slamet Wahyudi.
Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan kepada beliau dan istri beserta keluarga lainnya di Kota Balikpapan sana, Aamin.
Sebelum ini, aku tak pernah mengenal bahkan tak tahu menahu siapa itu Pak Slamet. Terlebih, putri keduanya yang kini telah serumah berdua denganku di bilangan pinggiran Ibu Kota Jakarta, seusai buku nikah kuperoleh resmi keluaran Departemen Agama Balikpapan.
Jodoh itu bermula ketika salah satu ustadzku memperkenalkan nama Pak Slamet. Iya, dialah seorang ayah yang putrinya akan hendak dita’arufkan denganku.
“Ini ada salah satu dosen putri di sini, putri dari Pak Slamet. InsyaAllah agamanya dapatlah, akhlaknya baik dan shalehah,” demikian kurang lebih redaksi pesan dari salah satu ustadzku kala itu.
Aku sendiri bahkan tak pernah tahu Pak Slamet. Apalagi putrinya. Entahlah tiba-tiba dengan bismillah, tanpa ba-bi-bu akupun langsung mengiyakan, meskipun aku belum tahu dari keturunan keluarga yang seperti apa? Bahkan aku belum pernah melihat secara langsung bagaimana fisiknya dan begitu seterusnya.
Tapi, satu yang sudah pasti kutahu, ialah agamanya, berbekal informasi dari ustadzku.
Itulah, salah satu yang menjadi alasanku menerima tawaran dari ustadzku waktu itu. Dan alasan itulah pula yang aku sampaikan kepada Pak Slamet saat pertama kali bertemu dengannya, mengapa aku bersedia mengkhitbah putrinya.
Dengan niat hanya untuk mencari keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka kuutarakan I’tikad baik untuk mengkhitbah putri keduanya. Dalam kesempatan itu, satu jawaban dari Pak Slamet yang cukup menghentakku, bahkan menahanku untuk tetap mempertahankan air mata yang hendak menetes perlahan.
“Saya terima khitbahnya, salah satu mahar yang bapak minta ‘Bawalah putriku ke Surga-Nya’,” demikian pintanya sambil tersenyum. Ya Allah, rasanya saya telah mendapatkan seorang calon mertua dan dari putri yang pasti shalihah, InsyaAllah.
Alhasil, kami akhirnya menikah dengan cara sederhana dan bersahaja. Istriku tak menentukan mahar yang memberatkan. Sungguh inilah rahmat dan berkah Allah yang diberikan kepada saya, sebuah keluarga yang sholeh dan shalihat.
Hanya yang pasti, titipan dan pesan mertuaku agar “membawa putrinya ke Surga” kedengarannya mudah, tapi sungguh perjalanan yang tidak mudah. Sebab, kunci untuk mampu membawa seorang istri masuk ke Surga-Nya bukanlah materi, tetapi iman dan ilmu yang melahirkan sebuah ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam wujud amalan kebaikan.
Semoga amanah dan titipan yang berat ini membuatku menjadi suami yang shalih, bisa memelihara diri dan keluargaku dari siksa api neraka. Ya Allah Ya Karim, lindungi kami, jagalah diri dan keluarga kami dari siksa api neraka. Sebagaimana firmanMu;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim: 6)
Ya Allah Ya Rab, selimuti keluarga kami dengan akhlak yang mulia, sebabagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (HR. Ahmad).*/Obby el-Madina