Sambungan wawancara PERTAMA
Apa pentingnya bagi masyarakat (khususnya para orang tua) dengan adanya RUU ini?
Terkait permasalahan anak dan keluarga, RUU KUHP ini diharapkan dapat mengakomodir nilai nilai agama dan moral masyarakat Indonesia di tengah gempuran nilai nilai asing yang dicoba dipaksakan kepada keluarga Indonesia. Terutama pasal-pasal tentang pernikahan, anak, perempuan, pornografi, kesehatan reproduksi, pasal kesusilaan yang di dalamnya diharapkan dapat mengatur perilaku seksual menyimpang seperti LGBT.
Bagaimana negara dapat menyediakan pusat rehabilitasi bagi penderita LBGT jika negara tidak pernah menegaskan melalui produk hukum dan perundangannya jika LGBT itu ilegal dan merupakan penyakit kejiwaan yang harus disembuhkan?
Bagaimana negara dapat mempidanakan para pelaku pesta seks dan promosi LGBT jika perilaku menyimpang ini tidak ditolak melalui berbagai produk hukum dan perundangan? Itu hal krusialnya.
Ada yang beranggapan, urusan seks kan urusan pribadi, mengapa perlu dibuatkan pasal dalam UU?
Nah makanya, kontradiktif sekali pemikiran para pengusung konsep ‘kekerasan seksual’ dan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yaitu Komnas Perempuan dan jaringannya. Satu sisi mereka yang suka berteriak-teriak agar urusan seksualitas itu urusan pribadi, tapi malah mengajukan RUU PKS yang mengatur seksualitas orang dan tujuanya malah untuk ‘meliberalkan perilaku seksual’.
Padahal pengaturan urusan seksualitas itu seharusnya bertujuan agar perilaku seksual di masyarakat dapat sesuai norma agama, budaya dan sosial , contohnya UU Perkawinan. Ini kan ranah private sekali tapi negara perlu mengatur agar jangan menyalahi nilai yang lebih tinggi yaitu agama.
Apakah ada kaitan dengan feminisme?
Sangat jelas. Terutama gerakan gay politik. Jadi ciri khas feminis, mengeksploitasi kasus-kasus untuk kepentingan kampanye ideologi mereka. Lucunya kemarin Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB yang datang justru mendesak pemerintah untuk segera mensahkan ‘RUU PKS yang bermasalah’ . Sepertinya pemerintah juga tidak memahami permasalahan filosofis dari ‘RUU Penghapusan Kekerasan Seksual’ itu.
Apa maksudnya Gay Politik?
Gay politics adalah setiap bentuk aktivitas yang dilakukan untuk melegalisasi perilaku LGBT dan tujuan akhirnya adalah pengakuan seluruh hak LGBT termasuk salah satunya adalah disahkanya perkawinan sejenis dan mengkriminalkan orang-orang yang tidak setuju dengan perilaku LGBT dengan mengkategorikan mereka sebagai homophobia, ekstrimis dan anti HAM.
Jadi istilahnya, LGBT ini bukan sekedar soal orang ingin diakui, tetapi sebuah gerakan yang disengaja.
Siapa penggerak ide LGBT sehingga gerakan ini bisa ‘paksakan’ ke seluruh dunia?
Yang jelas ini datangnya dari Barat bersamaan dengan munculnya sekularisasi dan liberalisme dan semakin kuat ketika terjadi revolusi seksual di tahun antara 60 sampai dengan 70-an.
Siapa di belakang gerakan ‘gay politik’ ini?
Salah satunya adalah kelompok feminisme, karena memang mereka gencar memperjuangkan hak-hak lesbian. Yang lainnya adalah kelompok kelompok yang memperjuangkan kebebasan atau kemerdekaan seksual.
Apakah gerakan seperti ini juga masuk ke pesantren?
Tentunya pesantren dan sekolah Islam sudah menjadi target mereka sejak dulu untuk merusak generasi Islam sejak dini. Ini yang harus diantisipasi. (di mana saja mereka sudah memulai?) tempatnya di mana, mungkin tidak bisa disebutkan di sini, tapi sudah banyak laporan-laporan tentang itu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kembali ke RKUHP, Apa dampaknya kalau RUU ditolak?
Kita harus mengawal. Karena KUHP yang kita pakai sekarang itu warisan kolonial Belanda yang sebagian nilainnya tidak sesuai dengan pancasila dan jati diri bangsa Indonesia yang berketuhanan.
Jika ditolak, maka akan terus terjadi kekosongan hukum terutama terkait pasal kesusilaan dan LGBT yang rawan tindakan main hakim sendiri di masyarakat. Akibat lainnya adalah terjadi liberalisasi seksualitas, perilaku seksual menyimpang dianggap normal dan tentunya penyakit seksual seperti HIV AIDS semakin sulit dicegah penyebarannya. Dan yang paling berbahaya adalah hancurnya peradaban akibat “dipinggirkannya” nilai-nilai moral dan agama .
Apa saran Anda untuk pemerintah?
Pemerintah dan DPR harusnya segera melahirkan UU Ketahanan Keluarga, membentuk Komnas Keluarga yang memperkuat peran perempuan dan laki-laki dalam harmonisasi keluarga. Jika memang dirasa perlu untuk membuat undang-undang khusus kejahatan seksual, hendaknya selajaras dengan RUU KUHP yaitu bentuk-bentuk kejahatan yang dimaksud adalah tidak multitafsir dan sesuai dengan norma agama, budaya dan sosial masyarakat Indonesia, seperti zina, LGBT, itu harus dimasukan.
Jangan sampai pemerintah takut dengan tekanan dari luar atau pihak-pihak yang ingin menawarkan nilai-nilai asing yang liberal dengan mengatasnamakan HAM.*/Andi R