Hidayatullah.com–Ada kegiatan menarik para pemuda-pemuda Palestina di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Di waktu petang, mereka menebar di bumi ribath (penjagaan), sebagian dari mereka membaca ayat-ayat suci Al-Quran, dengan senapan AK-47 di pangkuan mereka, sebagian lain melakukan qiyam dan menengadahkan kedua tepalak tangan mereka ke langit untuk bermunajat, sedangkan sisanya melakukan penjagaan dan pengawasaan terhadap pergerakan kendaraan militer Israel dari tempat mereka.
Demikianlah pemandangan malam di tepian jalur Gaza, para pemuda Paestina, dengan dikoordinasi oleh Hamas melakukan ribath secara sukarela, untuk mengisi malam-malam mulia di sepanjang bulan Ramadhan.
Para murabithun (orang-orang yang melakukan ribath) sudah mulai stand by di posisi mereka sejak shalat Isya’ usai, dan itu berlanjut hingga adzan shubuh berkumandang.
Kegiatan semacam ini terselenggara atas kerja sama para dai Gaza dan Hamas. Dan mereka rutin melakukan kunjungan keling terhadap posisi-posisi yang di tempati para murabithun. Sedangkan pasukan petempur inti Hamas juga mengunjungi mereka saat sepertiga melam, guna memantau kondisi dan mengantarkan santap sahur untuk mereka.
Saat waktu shubuh datang, mereka melakukan shalat berjama’ah dalam kelompok kecil, kemudian bersiap-siap meninggalkan posisi mereka setelah murabithun sift selanjutnya sudah tiba.
Permintaan melonjak
Sebagaiamana diketahui, melakukan penjagaan dari serangan Israel adalah aktivitas yang cukup berbahaya dan bisa mengancam nyawa pelakunya. Akan tetapi di Gaza ribath di sepeuluh hari terakhir di bulan Ramadhan amat digemari, hingga banyak relawan mendaftarkan diri untuk melibatkan diri dalam kegiatan itu.
Sehingga Abu Al Barra’, salah satu pemimpin lapangan Brigade Izzuddin Al Qassam menyatakan bahwa pihaknya terpaksa menolak banyak pemuda yang hendak mendaftarkan diri, karena banyaknya peserta yang berminat berpartisipasi dalam melakukan ribath di sepuluh hari terakhir.
Kegembiraan “luar biasa” bagi mereka yang diperbolehkan melakukan ribath, hal ini sebagaimana dialami salah satu peserta yang bersedia berbagi pengalamannya kepada islamonline.net (17/9). Bahwa melakukan qiyam di bumi ribath memiliki nuansa berbeda. Ibadah dalam kondisi melakukan ribath sangat mendukung kekhusyu’an. Bahkan lebih berkesan dibanding melakukan ibadah di masjid manapun. Dengan alasan inilah ia rela meninggalkan i’tikaf di masjid guna melakukan ribath.
Walau mereka berada di tempat-tempat gelap, bukan berarti mereka tidak bisa membaca Al-Quran.Mereka tetap bisa membaca Al-Quran dan membaca doa-doa panjang dengan melalui hand phone mereka. Karena dengan menggunakan penerangan lain yang berlebihan akan memudahkan musuh mengetahui posisi mereka.[tho/Iol/hidayatullah.com]
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/