Hidayatullah.com — Sebuah video yang viral belakangan ini menunjukkan beberapa Al-Qur’an dilempar dari sebuah rumah saat terjadi eksekusi dalam sengketa tanah oleh pihak pengadilan. Diketahui rumah tersebut sebelumnya digunakan sebagai panti asuhan oleh Yayasan Hidayah yang kemudian disita oleh Pengadilan Negri Cibinong.
Video yang diunggah oleh Era Nasional di Instagram pada Kamis (02/11/2021) menunjukkan suasana riuh lantaran ada perlawanan dari para santri yatim piatu dan pengurus yayasan terhadap eksekusi yang dilakukan oleh PN Cibinong. Kericuhan sengketa tanah semakin menjadi setelah pihak pengadilan diketahui melempar beberapa Al-Qur’an dari lantai dua ke bawah.
Beberapa netizen pun menanggapi peristiwa pelemparan Al-Qur’an dalam sengketa tanah itu dengan mengungkap keprihatinan di kolom komentar. Akun @hj_thiesa.win menyebut perbuatan tersebut sebagai “Biadab”.
Sementara akun @g.ilanganggara berkomentar: “Astaghfirullah, itu Al-Qur’an pak, jangan dilempar-lempar. Kita jaga kita peluk. Nanti bapak yang akhirnya kelempar, mau?”.
Eeksekusi yang berlangsung Selasa (30/11/2021) itu, melibatkan aksi saling dorong terjadi antara aparat juru sita dengan santri yang mayoritas anak-anak dan pengurus yayasan. Kedua bangunan yang diekskusi itu terletak di komplek pesona amsterdam blok I Kota Wisata, Ciangsana, Gunung Putri, Bogor.
Akibat eksekusi tersebut, para anak yatim dah dhuafa yang selama ini tinggal di sana terancam kehilangan tempat berteduh. Nusa Rangkuti, Direktur Yayasan Hidayah mengungkapkan, pihaknya mencium banyak kejanggalan atas eksekusi tersebut.
“Ini diduga kuat ada yang tidak beres. Bagaimana bisa aset yang tidak pernah dijaminkan sama sekali tiba-tiba diambilpaksa,” ungkap Nusa Rangkuti di Jakarta pada Rabu (2/12/2021), dilansir oleh Eranasional.com.
Nusa Rangkuti menduga, ada ‘permainan tidak sehat’ yang dilakukan oknum maupun kelompok tertentu dalam masalah tersebut. Ia pun dalam waktu dekat akan segera mengambil langkah demi mencari keadilan.
Nusa menyebut, pihaknya sedang melakukan audiensi dengan Mabes Polri serta para pakar terkait ‘kejanggalan’ hingga berujung eksekusi bangunan sekolah Fajar Al-Hidayah.
“Upaya ini semata kami lakukan untuk membongkar pihak-pihak yang diduga melakukan tindakan melawan dan atau mengakali hukum. Kami segera membuat laporan ke polisi, juga akan mengadu ke lembaga-lembaga terkait, termasuk kapolri, DPR RI hingga Presiden Jokowi,” ungkapnya.
Nusa optimistis, upaya-upaya yang akan dilakukannya bakal menjadi ‘pelajaran’ bagi oknum-oknum yang diduga menyalahi prosedur. Terlebih, saat ini, masalah mafia tanah sedang menjadi sorotan presiden, termasuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Jangan sampai ada praktik-praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat. Ini menjadi pintu bagi kita untuk membuka tabir siapa saja yang terlibat,” katanya.
Banyak Kejanggalan
Nusa menyebutkan, banyak kejanggalan hingga munculnya keputusan dari Pengadilan Negeri Cibinong untuk mengeksekusi dua bangunan sekolah itu. “Semua kejanggalan sudah kami catat. Bukti-bukti kami sangat kuat. Nanti akan kami lampirkan dalam pelaporan ke pihak kepolisian, lembaga terkait dan presiden,” ungkapnya.
Sementara itu, Pemilik sekaligus Ketua Yayasan Fajar Hidayah Bogor, Mirdas Eka Yora, menjelaskan, sengketa lahan dan bangunan itu berawal pada tahun 2000-an
Saat itu, sekolah Fajar Hidayah mulai membangun, datanglah seorang pekerja bangunan bernama Abdul Syukur yang meminta pekerjaan sebagai tukang. Setelah diterima dan pekerjaannya baik, Syukur akhirnya ‘naik pangkat’. menjadi mandor, kemudian sub-kontraktor dan kemudian menjadi kontraktor.
Pada tahun 2006, Yayasan Fajar Hidayah membangun sebuah masjid di Kota Deltamas, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, dengan Abdul Syukur sebagai pemborong. Namun, masjid yang baru dibangun tersebut roboh total, yang disinyalir dibangun tidak sesuai dengan standar atau ada malpraktik saat membangun.
Hancurnya masjid tersebut belum dituntut oleh Fajar Hidayah, namun malah didatangi oleh debt collector dari supplier baja.
“Setelah diusut, ternyata Abdul Syukur sebagai pemborong belum membayar bahan bangunan yang diambilnya. Padahal, pihak Yayasan Fajar Hidayah sudah membayar lunas proyek senilai Rp1.731.228.963 itu kepada Abdul Syukur, yang kebetulan saat itu lagi mencalonkan diri sebagai Kades di Babakan Madang dan kalah,” terang Mirdas.
Menurut Mirdas, pihak suplier akhirnya melaporkan Syukur ke Polisi dan berujung pada penahanannya. Setelah keluar dari penjara, Abdul Syukur malah mendatangi Fajar Hidayah dengan membawa supplier dan menuding Fajar Hidayah masih menunggak utang senilai Rp2,3 miliar.
Tak terima dengan tuduhan tersebut, Fajar Hidayah membawa perkara tersebut ke Polres dan dilakukan audit oleh auditor independen yang ditunjuk oleh Polres setempat. Dari hasil audit keseluruhan proyek yang pernah dikerjakan Abdul Syukur, terbukti Fajar Hidayah telah membayar Rp3,7 miliar, yang bukan hanya lunas, bahkan spembayaran justru lebih hingga Rp 300 juta.
Kemudian secara diam-diam, Abdul Syukur tetap memperkarakannya dengan tuduhan pihak Fajar Hidayah belum melakukan pembayaran. Akibatnya, perkara tersebut disidangkan, diputuskan, dan langsung inkracht, tanpa sepengetahuan dan kehadiran pihak Fajar hidayah.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Setelah dinyatakan inkracht, secara sepihak Pengadilan Negeri Cibinong melelang kedua bangunan rumah yang sebenarnya bukan milik Fajar Hidayah, namun milik pribadi Ketua dan Pembina Yayasan Fajar Hidayah, yang yang menjadi tempat tinggal anak-anak yatim saat ini.
“Padahal, yang menjadi objek perkara adalah bangunan sarana pendidikan Fajar Hidayah di Kota Deltamas Bekasi, namun yang dijadikan tereksekusi adalah pribadi-pribadi, dan yang disita kemudian dilelang adalah dua bangunan rumah milik pribadi-pribadi,” terang Mirdas.
Padahal, pada saat yang bersamaan, Fajar Hidayah masih melakukan perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek yang masih diperiksa di Mahkamah Agung (MA). Dengan demikian, Pengadilan Negeri Cibinong telah melanggar hak-hak hukum Fajar Hidayah dalam melakukan upaya hukum perlawanan atas putusan verstek.
“Luar biasanya, kedua bangunan rumah yang ditempati anak-anak yatim tersebut telah beralih kepemilikan atas nama Henricus Samodra, sebagai pemenang lelag,” kata Mirdas
Dalam surat pemberitahuan eksekusi tertera ‘Tanah berikut bangunan berdasarkan Sertifikat Hak Guna bangunan No.6021/Ciangsana, Surat Ukur No.111/Ciangsana/2007 Tgl 28-02-2017, luas 240 m2, nama pemegang hak: HENRICUS SAMODRA, yang terletak di Perumahan Kota Wisata Cluster Amsterdam 111 No.31 Kel. Ciangsana Kec. Gunung Putri Kab. Bogor
Sementara, Iman Hanafi, Juru Sita dari Pengadilan Negeri Cibinong, mengatakan eksekusi dilakukan berdasarkan keputusan PN Cibinong Nomor Perkara 151/Pdt.G/2017.PN Cbi, yang dikeluarkan pada Rabu, 27 September 2017.
“Berdasarkan keputusan ini maka telah dikeluarkan penetapan No. 36/Pen.Pdt/Lelang.Eks/2017/PN.Cbi. Jo. No. 151/Pdt.G/2017/PN.Cbi tanggal 16 Januari 2020,” ujarnya.*