Hidayatullah.com — Mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah angkat bicara menanggapi soal rencana pemecatan penyidik di KPK seperti Novel Baswedan. Dia mengatakan hal itu merupakan pembusukan sesungguhnya pemberantasan korupsi.
“Jika mereka yang bersih dan berjuang membongkar skandal korupsi justru ingin diusir dari lembaga antikorupsi, inilah yang sesungguhnya pantas disebut pembusukan upaya pemberantasan korupsi,” kata Febri di akun Twitter pribadinya @febridiansyah, seperti yang dilihat Hidayatullah.com Rabu, (05/05/2021).
Dirinya juga menyinggung soal dampak dari revisi UU KPK yang semakin terlihat. “Buah revisi UU KPK satu persatu terlihat. KPK tampak tumbuh dengan kontroversi dan minim prestasi,” sambung Febri.
Selain itu, masih dalam cuitan Febri juga menyinggung soal kasus-kasus besar yang saat ini sedang ditangani oleh sejumlah penyidik KPK. Kasus-kasus tersebut meliputi soal korupsi bansos Covid-19 hingga tanjung balai.
“Ada kasus-kasus besar yang sekarang sedang ditangani sejumlah penyidik yang namanya beredar di media akan disingkirkan dari KPK. Sebut saja korupsi bansos Covid-19, suap benur di KKP, kasus suap terkait izin di ESDM dengan tersangka Samin Tan yang baru ditangkap beberapa waktu lalu, E-KTP dan juga tanjung balai,” bebernya.
Lebih jauh, Febri juga menyayangkan bahwa para penyidik KPK yang berusaha membongkar kasus masih ditempeli stempel taliban dan radikal. Menurut Febri, hal itu konyol dilakukan ditambah dengan narasi untuk menyerang lawan-lawan politik dan melegitimasi proses revisi UU KPK.
“Bahkan ada tim penyidik yang dulu pernah menangkap Setya Novanto, Ketua DPR RI dalam kasus E-KTP. Lebih konyol lagi, mereka distempel Taliban dan Radikal. Narasi yang juga digunakan untuk menyerang lawan-lawan politik dan melegitimasi proses revisi UU KPK oleh orang-orang dan robot yang sama,” ungkapnya.
Febri juga menyindir pihak-pihak yang sejak awal mendukung revisi KPK, dengan itu Dia meminta pihak-pihak tersebut untuk melihat nasib KPK pasca revisi UU. “Saya juga melihat sejumlah kalangan yang berpikir juga pernah terjebak dengan isu konyol tersebut. Sehingga diam-diam terbuka mendukung revisi UU KPK. Sekarang lihatlah, bagaimana kondisi KPK pasca revisi dan kinerja KPK dari proses pemilihan pimpinan KPK yang kontroversial,” ujarnya.
Terakhir, Febri menegaskan bahwa yang sebenarnya tidak berwawasan ya koruptor, sehingga Dia tidak habis pikir, mereka malah disingkirkan dengan embel tidak lulus wawasan kebangsaan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Yang tidak berwawasan kebangsaan itu ya KORUPTOR, bukan pemburu koruptor. Negeri ini dieksploitasi. Dihisap. Hak rakyat dicuri. Wawasan kebangsaan seperti apa yang dimiliki koruptor? Tapi mereka yang teguh melawan korupsi justru disingkirkan dengan alasan tidak lulus tes wawasan kebangsaan? Logika,” pungkas Febri.
Sebelumnya, penyidik senior dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku mendapat informasi mengenai sejumlah nama pegawai lembaga antirasuah termasuk dirinya yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). “Iya benar, saya dengar info tersebut,” kata Novel saat ditanya wartawan, Selasa (04/05/2021).*