Hidayatullah.com—Lembaga Kemanusian Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) memberi tanggapan tentang perlakuan anggota Polri yang diguga melakukan penyiksaan terhadap almarhum Henry Alfree Bakari di Batam pada 06 Agustus 2020 lalu.
Hingga kini Tim Advokasi Henry Alfree Bakari mendesak Mabes Polri untuk segera melakukan penyilidikan/penyidikan terhadap anggota Polri dari kesatuan Polresta Barelang yang diduga melakukan penyiksaan terhadap Alm. Henry Alfree Bakari di Batam.
“Hal ini harus dilakukan, mengingat belum ada keseriusan dari Polda Kepulauan Riau untuk menuntaskan kasus tersebut, hal itu tampak dari proses penyelesaian kasus Alm.Henry yang tidak objektif dan professional,” Bunyi keterangan Kontras di Jakarta, Kamis, (17/09/2020).
Diketahui perkembangan dari kasus ini, Propam Polda Kepulauan Riau telah menetapkan Brigadir JR sebagai terperiksa, namun penetapan tersebut tampak janggal oleh karena nama anggota tersebut tidak ada dalam surat perintah penangkapan terhadap Alm. Henry Alfree Bakari pada 06 Agustus 2020 yang ditandatangani Kasat Resnarkoba Polresta Barelang.
Selain itu, harusnya pemeriksaan juga diarahkan pada 7 (tujuh) anggota kepolisian yang diperintahkan melakukan penangkapan dan Kasat Resnarkoba selaku atasan langsung. Dikhawatirkan, jika hanya berfokus pada Brigadir JR, maka bukan tidak mungkin akan lebih sulit mengungkap aktor-aktor lain yang diduga melakukan penyiksaan, termasuk atasan langsung bilamana ada indikasi melakukan ataupun pembiaran.
Berdasarkan kronologi yang kami dapatkan, diduga penyiksaan terjadi di 2 (dua) tempat yaitu di kelong saat dilakukan penangkapan dan kantor Polresta Barelang saat dilakukan pemeriksaan. Kami berpendapat penyiksaan ini memiliki motif guna memperoleh pengakuan ataupun mendapatkan keterangan dari korban.
Semua kejadian ini bermula pada 6 Agustus 2020, di Belakang Padang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau terjadi dugaan penyiksaan yang dialami Henry Alfree Bakari (38). Ketika itu korban sedang berada di kelong ikan, kemudian datang beberapa anggota kepolisian melakukan penangkapan tanpa dilengkapi surat penangkapan.
Keesokan harinya 07 Agustus Polisi dari kesatuan Polresta Balerang datang ke rumah korban untuk dilakukan penggeledahan. Saat dilakukan upaya paksa tersebut, keluarga korban melihat wajah Henry tampak lebam dan memar, kemudian dari kesaksian warga, Henry saat itu tampak terlihat lemas, berjalan pincang, dan mengeluh kehausan. Pada 8 Agustus, diketahui Henry meninggal dunia dengan luka lebam yang membekas di sekujur tubuhnya dan kondisi kepala terbungkus dengan plastik di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Batam.
Tindakan ini merupakan pelanggaran yang serius, selain melanggar hak asasi manusia, juga mleanggar tindak pidana sebab penyiksaan merupakan tindakan kejahatan dan harus diproses melalui peradilan pidana.
Bahwa dalam konteks hak asasi manusia, hak untuk tidak disiksa merupakan hak yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun meskipun dalam keadaan darurat, hal ini berdasarkan pada Pasal 2 ayat (2) Konvenan Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia. Dalam konteks internal Polri pun tindakan penyiksaan dan perbuatan yang tidak manusiawi lainnya dilarang berdasarkan pada Pasal 10 Perkap Nomor 8 Tahun 2009.
Menurut Kontras harusnya terduga pelaku yang melakukan penyiksaan diproses melalui mekanisme sistem peradilan pidana dengan menggunakan Pasal 422 KUHP atau Pasal 355 ayat (2) KUHP dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Bila tidak diproses secara pidana, maka akan menguatkan keyakinan kami bahwa proses yang dilakukan Polda Kepulauan Riau hanya formalitas semata dan cenderung melindungi aktor kejahatan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Patut diketahui, Pasal-Pasal berkaitan dengan penganiayaan dalam KUHP bukan lah delik aduan, tetapi delik biasa yang tidak perlu menunggu pengaduan dari orang yang merasa dirugikan, sehingga tidak ada alasan bagi penyidik untuk tidak segera melakukan penyelidikan/penyidikan terkait kasus ini.
Bahwa tidak profesionalnya Polda Kepulauan Riau dalam mengungkap kasus ini, juga tampak pada pernyataan yang terlalu dini dan prematur mengenai penyebab meninggalnya Alm. Henry Alfree Bakari. Sebab sejauh ini, keluarga korban belum menerima secara resmi informasi atau salinan Visum et Repertum dari dokter yang melakukan otopsi.
“Kami dan keluarga korban belum menerima salinan tersebut, kami masih berkeyakinan bahwa penyebab kematian Alm. Henry karena mengalami penyiksaan yang begitu keji hingga meninggalkan luka lebam pada sekujur tubuhnya.”
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan Polda Kepulauan Riau tidak benar-benar serius mengungkap dugaan penyiksaan yang dialami alm. Henry Alfree Bakari maka dari itu kami meminta kepada Mabes Polri untuk mengambil allih kasus ini dari Polda Kepulauan Riau dan harus segera melakukan penyelidikan/penyidikan secara pidana.* Azim Arrasyid