Hidayatullah.com- Menurut Kementerian Agama, potensi pengumpulan zakat secara nasional yaitu Rp 233 triliun per tahun, namun realisasinya hingga kini baru sekitar Rp 10 triliun per tahun.
Oleh karena itu, Wakil Menteri Agama RI, Zainut Tauhid Sa’adi menilai, dibutuhkan ikhtiar yang lebih maksimal untuk meningkatkan pendapatan zakat.
Terkait itu, Wamenag mendorong agar zakat dan wakaf menjadi instrumen pendanaan penanggulangan kemiskinan dalam program kerja pemerintah, serta penanggulangan dampak Pandemi Covid-19 yang dihadapi saat ini.
Di samping membantu darurat medis, diharapkan secara maksimal membantu rakyat kecil agar bisa memenuhi kebutuhan dasar dan menjaga daya beli yang tertekan akibat pandemi Covid-19.
“Itulah substansi dari Surat Edaran Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembayaran dan Pendistribusian Zakat Sebagai Jaring Pengaman Sosial Dalam Kondisi Darurat Kesehatan Covid-19, yang dikeluarkan oleh Kemenag,” ujar Wamenag kepada hidayatullah.com, Senin (20/07/2020).
Hal itu disampaikan pula sebelumnya saat membuka acara Halaqah Dakwah Zakat Produktif untuk Pembangunan Kemanusiaan di Era Pandemi Covid – 19 yang digelar Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sukabumi di kompleks Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah al Affandy, Sukabumi, Ahad (19/07/2020).
Wamenag mengatakan, pendistribusian zakat harus dilakukan dengan prosedur pelayanan yang cepat, mudah, dan aman serta sesuai ketentuan agama.
Zainut Tauhid dalam kunjungan tersebut memaparkan pesan dakwah zakat dan kesiapan pondok pesantren di era kebiasaan baru (new normal).
Dalam pemaparannya, Wamenag menyampaikan bahwa zakat merupakan solusi alternatif untuk penanggulangan kemiskinan, sebagai komplementer dari anggaran negara, baik dalam skala mikro maupun skala makro.
Pendayagunaan zakat secara konsumtif dan produktif bertujuan membangun suatu masyarakat yang hidup bertolong-menolong, mempunyai rasa solidaritas sosial yang tinggi dan sejahtera. Dana zakat dapat digunakan untuk membuka lapangan kerja baru dengan tujuan menampung fakir miskin dan pengangguran untuk peroleh kerja.
Misalnya, kata dia, digunakan untuk membuka kursus-kursus latihan kerja dan keterampilan bagi fakir miskin agar kesejahteraan mereka dapat meningkat, atau untuk pembangunan sumberdaya manusia lewat jalur pendidikan agama dan keagamaan seperti pondok pesantren.
Menurut Wamenag, sejalan dengan upaya pemerintah melalui Kemenag dalam mengembangkan moderasi beragama, maka perlu disinkronkan dan disinergikan dengan moderasi kesenjangan sosial ekonomi agar mencapai hasil yang diharapkan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Karena, menurutnya, moderasi beragama bukan entitas yang berdiri sendiri dan bisa berjalan sendiri, tetapi beririsan dengan entitas lain, seperti kesejahteraan ekonomi dan ketahanan mental spiritual, dengan zakat, infak, sedekah dan wakaf menjadi instrumen untuk memoderasi kesenjangan sosial ekonomi melalui dana sosial keagamaan.
Dalam kunjungan kerja itu, Wamenag didampingi Sekda Sukabumi Iyos Somantri, Kepala Kantor Kemenag Sukabumi Abbas Resmana Ketua Umum MUI Sukabumi KH. A. Komarudin, Pengasuh Ponpes Tarbiyatul Falah Ust. Dudi Sa’duddin Afandi, Ketua Forum Santri Indonesia Iwan Fauzi, dan tokoh masyarakat Sukabumi Hj. Reni Marlinawati.*