Hidayatullah.com– Komisi III DPR RI menyetujui dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berisi kerja sama Indonesia dengan Pemerintah Iran soal ekstradisi dan bantuan timbal balik masalah pidana.
Kerja sama kedua negara di segala bidang dinilai tentu membawa dampak positif dan hubungan baik antara masyarakat Indonesia dan Iran. Namun, hubungan lintas negara juga kerap membawa ekses negatif berupa tindak pidana transnasional yang harus diselesaikan kedua negara.
Demikian mengemuka saat Ketua Komisi III DPR RI Azis Syamsuddin memimpin rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/06/2019).
Rapat tersebut mengagendakan persetujuan semua fraksi di Komisi III DPR RI atas dua RUU yang diajukan pemerintah kepada Komisi III DPR.
Sembilan fraksi dalam pandangan mini fraksinya menyetujui dua RUU tersebut. Hanya Fraksi Gerindra yang belum menyampaikan pandangan mini fraksinya.
Selanjutnya RUU ini dibawa ke pembicaraan tingkat II pada Rapat Paripurna DPR RI. Kedua RUU tersebut resminya berjudul RUU Perjanjian Kerja Sama Antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran tentang Ekstradisi. Satu lagi RUU Kerja Sama Antara Repubiki Indonesia dan Republik Islam Iran tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana).
Kedua RUU itu sudah diajukan Presiden Joko Widodo kepada Ketua DPR RI pada 31 Januari 2019. Dan sudah masuk ke Komisi III DPR RI sejak 7 Februari 2019. Dua RUU ini sudah ditandatangani sebelumnya oleh kedua pemerintahan pada 14 September 2016 untuk dibahas di parlemen masing-masing negara.
“Asas kesetaraan perlu perhatian para penegak hukum dan kementerian terkait. Itu jadi penekanan kita,” komentar Azis saat memimpin rapat kutip website resmi DPR, Selasa (25/06/2019).
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sementara itu, Menkum HAM Yasonna Laoly mengatakan, menyelesaikan tindak pidana transnasional membutuhkan kerja sama bilateral dan multilateral khususnya dalam penyidikian, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Menyelesaikan tindak pidana transnasional tidak mudah. Untuk itu, RUU ini harus mengacu pada hukum internasional, kedaulatan suatu negara, kedaulatan hukum, kesetaraan, saling menguntungkan, dan mengacu pada tindak pidana ganda.*