Hidayatullah.com– Ekonom Rizal Ramli menilai kebijakan pengetatan impor oleh pemerintah seharusnya menyentuh importir-importir besar, sehingga dapat lebih efektif mengurangi defisit transaksi berjalan.

“Kebijakan pemerintah yang terbaru naikin tarif pajak 2,5 sampai 7,5 persen untuk 1.147 komoditas, kebanyakan itu komoditas ecek-ecek semua. Lipstik lah, sabun lah, baju lah, yang enggak penting amat, yang total impornya hanya lima billion dolar dan kebanyakan menyentuh pengusaha menengah kelasnya itu. Tapi tidak berani menyentuh top ten dari importir Indonesia yang itu 67 persen dari impor,” ujar Rizal Ramli di Jakarta, Rabu lansir Antara, Kamis (27/09/2018).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian periode 2000-2001 itu mencontohkan pemerintah yang tidak berani mengambil langkah-langkah untuk mengurangi impor baja.

“Krakatau Steel merugi, kalah dengan banjir impor baja dan produk baja dari China,” katanya.

Ia juga menantang pemerintah apakah berani menaikkan pajak impor atau pajak penjualan dari sepeda motor dan mobil beserta suku cadangnya yang jumlah impor dan pertumbuhannya relatif tinggi.

“Top ten importir itu totalnya 67 persen loh. Kok doyannya yang kecil-kecil, yang printil,” ujar Rizal.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) terhadap ratusan barang konsumsi impor.

Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan yang disebut sudah “lampu kuning” alias patut mulai berhati-hati.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), defisit transaksi berjalan pada triwulan II-2018 tercatat delapan miliar dolar AS atau 3,04 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau lebih tinggi dibandingkan defisit triwulan sebelumnya sebesar 5,7 miliar dolar AS atau 2,21 persen dari PDB.

Dakwah Media BCA - Green

Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/

Kendati pada triwulan kedua defisit transaksi berjalan sudah mencapai batas maksimal yang dianggap aman yaitu tiga persen, namun jika dihitung per semester I-2018, maka defisit transaksi berjalan baru mencapai 2,6 persen dari PDB.

Dengan pengetatan impor barang konsumsi yang dilakukan pemerintah, lanjut Rizal, dampak terhadap transaksi berjalan diperkirakan tidak akan besar.

“BI sendiri meramalkan “current account deficit” tahun 2018 bisa mencapai 25 billion US Dollar. Itu besar sekali. Dengan langkah-langkah yang printil-printil ini, paling hanya berkurang satu billion dolar,” kata Rizal Ramli.*