Hidayatullah.com– Tak ada angin, tak ada hujan, pengusaha minyak Riza Chalid ujug-ujug nongol di acara Akademi Bela Negara (ABN) Partai NasDem angkatan ke-2, Senin lalu di Jakarta yang diisi kuliah umum oleh Presiden Joko Widodo.
Kehadirannya ini mengagetkan. Sebab dia menghilang setelah kasus rekaman suara “Papa Minta Saham” didengar publik tahun 2015 lalu. Oleh Kejaksaan Agung, dia dan bekas Ketua DPR, Setya Novanto, pernah dinyatakan terlibat dalam pemufakatan jahat atas tindak pidana korupsi saham Freeport.
Tapi, sekarang, Kejaksaan Agung menyatakan kasus Riza sudah selesai. Sebabnya menurut Mahkamah Konstitusi (MK) rekaman suara itu tidak sah dijadikan alat bukti.
Benar, kata pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, bahwa kejaksaan atau kekuasaan penuntutan itu didasari oleh dua asas dalam penegakan hukum. Yakni asas legalitas dan asas oportunitas.
Asas legalitas memberikan kewenangan kepada jaksa untuk membawa setiap perkara ke pengadilan untuk dilakukan penuntutan. Tentu dengan persayaratan minimal ada dua alat bukti yang cukup untuk mendakwa dan menuntut seseorang. Kewenangan ini sepenuhnya diatur oleh UU Kejaksaan No 26 Tahun 2004 dan KUHAP UU No 8 Tahun 1981.
Sedangkan asas oportunitas adalah asas yang mendasari kewenangan kejaksaan untuk tidak membawa suatu perkara ke penuntutan atau menghentikan penuntutan. Kewenangan ini terbagi menjadi dua.
Yakni, satu, kewenangan menghentikan penuntutan demi hukum dengan surat dalam suatu perkara itu buktinya kurang, atau peristiwa yang akan dituntut ternyata peristiwa perdata dan dihentikan demi hukum karena matinya terdakwa, nebis in idem (perkara pernah diputus) dan kadaluarasa. SP3 ini diatur dalam KUHAP.
Yang kedua, kewenangan menghentikan demi kepentingan umum. Penuntutan ini dihentikan oleh Jaksa Agung (deponering) diatur dalam UU Kejaksaan. Seperti perkara ‘kriminalisasi’ pimpinan KPK Bibit Candra atau Abraham Samad dan Bambang Widjajanto.
Dalam konteks kasus Riza Chalid, menurut Fickar, rekaman suara yang dinyatakan tidak sah itu sebenarnya tidak jadi penghalang untuk melanjutkan perkara itu.
“Karena masih banyak alat bukti lain untuk meneruskan perkara tersebut selain rekaman suara. Alat bukti lain bisa berupa keterangan saksi-saksi, ahli, rekaman CCTV di tempat tersebut atau menempatkan rekaman suara tersebut sebagai keterangan di luar sidang atau bukti petunjuk.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Jadi sebenarnya tergantung kemauan dari kejaksaan saja. Karena nyata-nyata peristiwa itu sudah terjadi dan diketahui oleh umum (notoir feitend),” ujarnya kepada hidayatullah.com Jakarta, Jumat (20/07/2018).
Demikian juga, kata Fickar menambahkan, adanya penandatanganan HoA Freeport tempo hari tidak menghalangi penuntutan perkara tersebut dikarenakan peristiwanya sudah terjadi.
“Ketidakbersediaan kejaksaan meneruskan perkara aquo (tersebut) nampaknya lebih didasari pada pertimbangan politik, buktinya RC hadir dalam satu perhelatan partai politik,” pungkasnya.* Andi