Hidayatulah.com– Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) menggelar diskusi media bertema “Ekonomi Pasar Pancasila dan Pemberdayaan Ekonomi Umat” di kantor operasional ICMI, Menteng, Jakarta, Rabu (11/07/2018).
Ketua Umum ICMI Prof Jimly Asshiddiqie mengatakan, ekonomi yang berlandaskan Pancasila adalah kebijakan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat, seperti peningkatan kualitas pertanian, tenaga kerja, industri, perbankan, dan sektor lainnya.
“Jadi ada tujuan untuk mengembangkan sektor ekonomi yang dikelola masyarakat untuk kemaslahatan masyarakat juga,” ujarnya.
Pemerintah, kata Jimly, juga tak boleh mengabaikan sisi kualitas daya saing manusia Indonesia guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang menganut Pancasila. Sehingga nantinya mampu mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa.
“Kita juga sudah harus mengarah serius untuk menciptakan wirausahawan muda. Generasi milenial berpotensi dicetak menjadi wirausahawan muda kreatif. Ditanamkan nilai Pancasila,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Soetrisno Bachir yang juga sebagai pembicara mengungkapkan, kepentingan ekonomi nasional mempunyai tolak ukur penerapannya. Ia berpendapat, harus ada prioritas pembangunan ekonomi agar mencegah terjadinya gejolak.
“Konsumen itu adalah orang Indonesia maka harus mengutamakan kepentingan nasional. Keadilan ekonomi harus melalui program bukan diserahkan ke pasar. Kalau tidak, muncul kesenjangan sosial,” jelasnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Soetrisno juga menyampaikan, pentingnya mewujudkan etika sebagai blue print ekonomi Pancasila, bukan hanya mengandalkan konstitusi. Sebab, menurutnya, ada beberapa aspek yang belum bisa ditutupi oleh konstitusi tapi secara etika dinilai bisa.
Selanjutnya, Pakar Ekonomi Syariah yang juga Anggota Dewan Pakar ICMI, Muhammad Syafi’i Antonio, menuturkan, ekonomi pasar Pancasila kini sudah tepat diterapkan. Tinggal bagaimana mengelola kebijakan ekonomi dan produknya menjadi lebih baik dengan kesabaran, misalnya untuk tidak bergantung pada impor.*