Hidayatullah.com– Menurut Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, bukan hal yang mengejutkan bahwa utang Pemerintah Indonesia pada Februari 2018 telah menembus Rp 4.034 triliun. Angka itu meningkat Rp 1.426 triliun sejak tahun 2014 silam.
Menurutnya, pemerintah selalu menganggap bahwa utang diperlukan untuk membangun perekonomian. Padahal, kata dia, faktanya dengan kenaikan utang yang meroket tersebut, pertumbuhan ekonomi dalam 3 tahun terakhir hanya ada dikisaran lima persen.
“Jauh dari janji awal 7 persen,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Senin (26/03/2018).
Namun, terang Bhima, ketika ada pihak yang kritis terhadap kondisi utang, sontak pemerintah buka suara dengan nada penuh emosi dan melakukan generalisasi bahwa kritik utang ini di-backing oleh kepentingan politik tertentu, atau ada pihak yang sengaja mendiskreditkan pemerintah.
Baca: INDEF: Utang Pemerintah Tak Sebanding dengan Pertumbuhan Ekonomi
Tidak tanggung-tanggung, lanjutnya, pemerintah juga menyebut ada pihak yang sedang menghasut soal utang. Padahal mengapa katanya pemerintah lantas sewot soal isu utang, padahal selalu diklaim aman.
“Seharusnya kalau propaganda bahwa utang kita aman-aman saja dan produktif benar adanya, Pemerintah tak perlu panik. Santai saja menjawab tudingan para kritikus,” ungkapnya.
Bhima menilai, yang menghasut soal utang justru pemerintah sendiri yang selama ini mengatakan propaganda utang aman, utang produktif, dan utang efektif.
“Jadi jangan tanggapi kritik dengan emosi. Lebih baik pemerintah melihat kembali, merenung dimana kesalahan dalam mengelola utang,” tandasnya.
Sebelumnya, terkait itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan penjelasan panjangnya soal utang Indonesia.
Menkeu antara lain menyampaikan bahwa perhatian politisi dan beberapa ekonom mengenai kondisi utang beberapa bulan terakhir sungguh luar biasa. Dikatakan luar biasa, menurut Menkeu, dikarenakan isu ini dibuat dan diperdebatkan seolah-olah Indonesia sudah dalam kondisi krisis utang sehingga masyarakat melalui media sosial juga ikut terpengaruh dan sibuk membicarakannya.
Baca: IMF Puji Indonesia, INDEF: Faktanya Ekonomi Kita Mulai Terkejar Malaysia
Perhatian elit politik, ekonom, dan masyarakat terhadap utang tentu sangat berguna bagi Menteri Keuangan selaku Pengelola Keuangan Negara untuk terus menjaga kewaspadaan, agar apa yang dikhawatirkan yaitu terjadinya krisis utang tidak menjadi kenyataan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Namun Menkeu memandang perlu mendudukkan masalah agar masyarakat dan elit politik tidak terjangkit histeria dan kekhawatiran berlebihan yang menyebabkan kondisi masyarakat menjadi tidak produktif.
“Kecuali kalau memang tujuan mereka yang selalu menyoroti masalah utang adalah untuk membuat masyarakat resah, ketakutan, dan menjadi panik, serta untuk kepentingan politik tertentu,” tulis Menkeu, Jumat (23/03/2018) lansir Setkab, seraya menganggap bahwa upaya politik destruktif seperti ini sungguh tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang baik dan membangun.*
Baca: Proyek Kereta Api Cepat Justru Sebabkan Hutang Negara Bertambah