Hidayatullah.com – Masyarakat sipil seperti SatuDunia, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan LBH Pers menilai, arah pembahasan Revisi UU ITE yang sedang digodok di Komisi I DPR RI makin buram.
Direktur eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono menyoroti, khususnya pada Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik, bahwa revisi yang diajukan pemerintah tidak subtantif pada persoalan yang selama ini terjadi dengan pasal karet tersebut.
“Yang dirubah hanya soal hukuman dari 6 menjadi 4 tahun,” ujarnya pada diskusi di Bakoel Kofie, Cikini, Jakarta, Kamis (18/08/2016).
Ia mengungkapkan, perubahan itu dinilai justru berbahaya, dikarenakan terkait upaya penyidikan yang juga diusulkan untuk dirubah.
“Yang tadinya karena hukumannya di atas 5 tahun harus melalui izin pengadilan jika ingin melakukan penahanan, sekarang tidak lagi,” paparnya.
Menurut Supriyadi, hal itu juga dirasa timpang karena Pasal 27 ayat lainnya usulan hukumannya tidak berubah, hanya ayat 3 saja yang berubah.
“Seolah-olah bagus hukumannya dikurangi, tapi penahanan malah lebih mudah dalam revisi itu,” jelasnya.
Sementara itu, menurut Asep Komaruddin dari LBH Pers, pihaknya juga menyayangkan tidak subtantifnya draft revisi yang diajukan pemerintah. Termasuk kurang kritisnya DPR menyikapi hal tersebut.
UU ITE Dinilai Rawan Jadi Alat Kriminalisasi Kebebasan Berpendapat
Ia menduga, ada unsur ‘sepakat’ dari legislatif dengan UU ITE tersebut khususnya pasal 27 ayat 3. Apalagi, terangnya, mayoritas pelapor pasal tersebut berasal dari aparatur pemerintah dan kelompok-kelompok yang memiliki power.
“Jadi itu bacaan nakal kami kenapa pasal ini tetap dipertahankan,” katanya.
Selain itu, Supriyadi juga menyesalkan proses rapat Revisi UU ITE yang berjalan tertutup.
“Saya juga tidak habis pikir kenapa tertutup. Ini bukan bahas pertambangan, penyiaran atau semacamnya,” tukasnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sedangkan menurut Asep, tertutupnya akses bagi tim pemantau menjadi hambatan untuk memantau kinerja DPR dan Panitia Kerja (Panja).
“Kalau begini hasil tidak maksimal, kalau terbuka publik bisa memberi masukan, bisa memberi warna terkait draft yg diajukan, dinamikanya lebih berjalan,” terang Asep.
Untuk itu, ia berharap Komisi I tidak terburu-buru mengesahkan draft revisi UU ITE yang dianggap belum baik tersebut.
“Tidak ada perubahan subtantif, dan anyak hal yang seharusnya masuk dibahas,” tandasnya.
Asep berpesan, jangan sampai hanya karena Komisi I dianggap kurang dalam menghasilkan produk legislasi, revisi UU ITE disahkan begitu saja.*