Hidayatullah.com–Standar produk halal sudah bukan lagi menjadi standar nasional. Bahkan sudah menjadi standar global. Demikian disampaikan Ketua Umum MUI Pusat, KH Ma’ruf Amin.
“Isu produk halal bukan lagi menjadi isu nasional akan tetapi isu global,” ujarnya saat launching Pusat Kajian Halal ITS di Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
“Bahkan sekarang ini, China dan Korea sedang melakukan pensertifikasian produk halal di negaranya. Korea didukung oleh pemerintahannya dalam melakukan sertifikasi halal tersebut.”
Ke depan, ujar Kiai Ma’ruf, Indonesia akan menghadapi banjirnya produk halal bukan hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Berkenaan dengan hal ini, maka ada standarisasi yang ditetapkan oleh MUI dalam sertifikasi produk halal.
Sementara itu, MUI juga melakukan upaya-upaya dalam memberdayakan masyarakat dengan sertifakat halal. Jadi, ke depan pemberdayaan masyarakat melalui proses-proses halal ini harus terlindungi supaya produk-produk halal masyarakat kita tidak kalah saing dengan produk-produk luar yang masuk ke dalam negeri.
Salah satu bentuk pemberdayaannya adalah UMKM ke depan bebas biaya dalam pensertifikasian produk halalnya. Sementara ini, dari produk halal yang beredar di masyarakat yang mendapat sertifikat halal hanya sekitar 15%. Maka dari itu, dengan diwajibkannya sertifikat halal pada tahun 2019 nanti akan menjadi 85% produk yang mendapat sertifikat halal.
Jadi, berlakunya sertifikasi halal menjadi wajib itu akan dibagi menjadi 3 penanganan: sertifikasi halal tingkat kabupaten/kota yang menangani produk kecil di tingkat kabupaten atau kota, tingkat propinsi menangani produk menengah dan tidak terlalu besar, tingkat pusat menangani produk-produk yang besar dan rumit.
Selain itu juga, ada 3 hal persoalan besar dalam produk halal: sertifikasi, pengawasan, dan penindakan. Serifikasi sementara ini di pegang oleh Majelis Ulama (MUI). Pengawasan ini dipegang oleh pemerintah. Hanya saja dalam pengawasan ini masih kurang dalam koordinasi oleh karena itu banyak terjadi pemalsuan.
Di antaranya orang yang tidak mempunyai sertifikat halal memakai logo halal. Logo ini yang berwenang melabeli adalah badan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dalam penindakan, Majelis Ulama Indonesia mendapati produk yang sudah mendapat sertifikat halal akan tetapi dalam penindakannya mendapati ingredient yang haram. Sehingga hal itu harus dimusnahkan.
Ke depan, Kiai Ma’ruf Amin berharap ada teknologi informasi dalam mendeteksi kehalalan produk.
Ulama dan Sains
Oleh karena itu, menurutnya, perlunya memadukan masalah aqliyah dan naqliyah, serta ulama dan sains dalam menangani masalah hal tersebut.
“Sains dan para ulama harus terlibat dalam kehalalan suatu produk. Karena informasi dari saintifik sangat berpengaruh terhadap ulama dalam sertifikasi kehalalan suatu produk,”pungkas Amin saat menutup materi tentang “Pemberdayaan Umat dalam Membangun Kehidupan Beragama Melalui Jaminan Halal.”
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Acara ini turut menghadirkan beberapa nara sumber lain; Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya Prof. Dr. Roem Rowi, MA dan Kasubdit Produk Halal Hj. Siti Aminah, S. Ag, M.Pd.I.
Sementara itu, dalam sambutan yang disampaikan oleh Wakil Rektor 1 ITS Prof Ir Heru Setiawan, bahwa dibentuknya Pusat Kajian Halal ITS merupakan bentuk ITS untuk ikut memiliki tanggung jawab besar terhadap umat Islam di Indonesia mengenai produk-produk halal yang ada di Indonesia.
“Dengan dibentuknya PKH ITS, ITS berkomitmen peduli terhadap masalah umat Islam di Indonesia,
ujar Heru Setiawan.*/Khoirul Mukmin