Hidayatullah.com– Anggota DPR RI Effendi Simbolon meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) supaya jernih dalam memilah mana kasus yang dikategorikan sebagai terduga urusan ketidakpatutan fungsi anggota DPR maupun yang bukan.
Selain itu, juga fokus pada bagaimana Indonesia sedang berhadapan dengan PT. Freeport yang hendak berusaha untuk mendapatkan perpanjangan kontrak karya PT. Freeport dengan selalu melabrak (melanggar,red) Undang-Undang (UU).
“Itu berdasarkan surat 7 Oktober yah. Kita harus lihat ini,” kata Simbolon usai Dialog Kisruh Freeport kepada wartawan di Warung Komando, Tebet, Jakarta Selatan, Ahad (06/12/2015).
Hal itu, kata Simbolon, diharapkan supaya hal yang menjadi fokus itu tidak tertutupi masalah-masalah di luar konteks yang menjadi prinsip.
Saat ditanya wartawan terkait siapa pembegal di balik kasus PT. Freeport, Simbolon justru meminta kepada para pemerhati persoalan PT. Freeport supaya menanyakan langsung kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
“Mari tanyakan kepada Presiden dan Wakil Presiden secara terbuka apa yang sebenarnya terjadi dalam proses Freeport ini,” demikian Simbolon.
“Pasti ngerti Presiden Jokowi, pasti ngerti Wakil Presiden Jusuf Kalla. Tanyakan kepada keduanya. Kalau perlu DPR yang menanyakan,” imbuh Simbolon.
Simbolon mengatakan kalau melihat modus ataupun skenario di balik kasus PT. Freeport ini, seolah-olah semuanya dibikin carut marut yang bukan mengarah kepada konteks masalah utamanya. Tetapi, dipindahkan kepada persoalan adanya konspirasi yang diduga menyangkut masalah etika dan kepentingan saham.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Akhirnya masyarakat digiring ke sana. Tentu perhatian publik menjadi menarik pada persoalan yang terduga itu. Dan justru persoalan prinsipnya bagaimana Indonesia dengan PT. Freeport tidak ada yang meyentuh,” ujar Simbolon.
Menurut Simbolon, persoalan PT. Freeport adalah kepentingan yang direpresentasikan oleh Sudirman Sahid sebagai ujung tombaknya, kemudian dibenturan secara hebat dengan pihak-pihak yang mematuhi norma dan UU yang pada akhirnya kepentingan tersebut tidak bisa direalisasikan.*