Hidayatullah.com – Kabar mengejutkan datang dari Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, yang menyatakan melepaskan diri dari semua tanggung jawab terhadap organisasi Nahdlatul Ulama (NU) atau dikenal dengan istilah mufaraqah.
Lahirnya sikap mufaraqah oleh Pesantren Salafiyah Syafi’iyah tidak terlepas kejanggalan yang terjadi pada penyelenggaraan Muktamar NU ke-33 di Jombang beberapa waktu lalu.
Demikian disampaikan KH. Achmad Fadhoil, Sekretaris Pesantren Salafiyah Syafi’iyah saat dihubungi hidayatullah.com, Selasa pagi (22/09/2015).
Kiai Achmad Fadhoil menegaskan keputusan mufaraqah yang diambil merupakan ikhtiar yang telah dikaji secara lahiriyah dan batiniyah.
“Keputusan ini diambil setelah adanya ikhtiar melalui pengkajian secara lahiriyah mapupun batiniyah. Serta bertawassul kepada para Ulama pendiri NU,” papar Kiai Achmad.
Melihat kondisi NU saat ini, Kiai Achmad menyampaikan bahwa organisasi ini harus kembali kepada khittahnya, sebagaimana dulu pada Muktamar tahun 1986 di Sukorejo.
“Muktamar 1984 lalu menorehkan satu sejarah perjalanan Nahdlatul Ulama bahwa organisasi ini harus kembali kepada khittahnya setelah adanya tarik menarik politik,” papar Kiai Achmad.[baca: KH. Azaim Ibrahimy: Benar Kami Keluarkan Maklumat Mufaraqah Hasil Muktamar NU ke-33]
Lebih lanjut Kiai Achmad menjelaskan bahwa situasi yang terjadi saat ini di Nahdlatul Ulama, tidak saja ada kepentingan politik. Tetapi juga hal lainnya yang dianggap menggangu khittah NU seharusnya.
“Pada saat ini tidak hanya politik, tapi banyak sekali hal lain yang mengindikasikan untuk NU harus kembali kepada khittahnya lagi,” imbuhnya.
Kiai Ahmad berharap, apa yang telah dilakukan melalui pertemuan-pertemuan para ulama NU. Nantinya mampu menjadi membawa kemaslahatan bagi organisasi Nahdlatul Ulama.
“Harapannya beberapa pertemuan yang sudah dilakukan untuk bisa ditindaklanjuti demi kemaslahatan NU kedepannya,” pungkas Kiai Achmad.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sejarah mufaraqah di tubuh NU bukan sesuatu yang baru. Sebelumnya, pada Mukamar NU ke-28 di Krapyak, Yogyakarta tahun 1989, saat itulah KHR. As’ad Syamsul Arifin yang dikenal kharismatik dan memiliki pengaruh luar biasa, menyatakan mufaraqah terhadap kepemimpinan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Menurut pandangan Kiai As’ad Syamsul Arifin, Gus Dur, ibarat imam shalat, yang sudah batal karena kentut. Karena itu, tak wajib baginya bermakmum kepadanya.*/Yahya G. Nasrullah