Hidayatullah.com — Presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Pdt. Dorman Wandikmbo menyebutkan surat edaran GIDI Wilayah Tolikara, yang beredar di berbagai media massa dan social merupakan surat palsu.
“Dari awal saya sudah menegaskan bahwa surat yang diedarkan oleh kelompok tertentu itu palsu, dan perlu dicari siapa aktor-aktor dibalik penyebaran surat palsu itu. Karena gara-gara bocor ke media sosial justru perkeruh situasi,” kata Pdt. Dorman, dikutip laman lokal Suarapapua, Senin (20/07/2015).
Menurut Pdt. Dorman, di dalam organisasi gereja yang ia pimpin, setiap surat yang keluar dan masuk di setiap wilayah pelayanan gereja GIDI harus mengetahui badan pengurus GIDI Pusat, yakni, dirinya sebagai Presiden GIDI.
“Dalam surat itu kan tidak ada tanda tangan saya, tidak ada juga tanda tangan ketua panitia seminar dan KKR, maka bisa kita katakan surat ini palsu, dan tidak benar, karena itu saya minta kita tidak terprovokasi,” tegasnya.
Dirinya menduga, sumber penyebar surat tersebut adalah aparat keamanan, yakni, pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri), karena dalam surat tersebut seakan-akan ditujukan kepada Polisi.
“Coba periksa dan tanya Kapolres Tolikara dan anggotanya, juga bisa tanyakan ke kepolisian daerah Papua, kami heran dalam waktu 1 jam setelah kejadian kok surat sudah tersebar di berbagai media, ini permainan aparat,” tegasnya.
Menurut Dorman, jangankan jaringan internet, jaringan telepon seluler (HP) saja di Tolikara sangat buruk, namun yang membuat dirinya heran surat dan foto-foto bisa tersebar begitu cepat.
“Kami menduga ada yang menskenariokan rencana ini, dan sebenarnya surat itu mau melegitimasi sekaligus menjustifikasi tindakan brutal aparat TNI/Polri yang menembak 12 pemua Gereja, ini cara-cara yang tidak dibenarkan,” katanya.
Dorman juga membantah pernyataan Kepala Kantor Kementerian Agama Wilayah Tolikara, Yusak Mauri, soal kebenaran surat tersebut.
Dorman mengatakan surat edaran mana yang dinyatakan asli oleh Kemenag Wilayah Tolikara, sebab Bupati dan dirinya sebagai presiden GIDI telah mengijinkan warga muslim untuk merayakan Idul fitri.
“Kalau surat yang kami tahu berisi himbauan agar tidak menggunakan pengeras suara atau toa saat sholad, karena dapat menggangu sekitar 2.000 pemuda yang mengikuti kegiatan, dan himbauan ini telah diketahui semua pihak,” imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Al-Irsyad Al-Islamiyyah K.H. Abdullah Djaidi menyampaikan bahwa penyerangan terhadap umat Islam yang sedang melaksanakan Shalat Idul Fitri 1436 H di Distrik Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua oleh kelompok fundamentalis yang diduga dari jemaah Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Wilayah Tolikara merupakan tindakan biadab yang dapat mengganggu stabilitas NKRI dan kerukunan beragama.
Menurut Djaidi tidak ada kewenangan suatu lembaga apapun termasuk pengurus GIDI untuk dapat menghimbau atau melarang umat Islam di manapun berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam melakukan ibadah yang sesuai dengan ajaran agama yang dilindungi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
[BACA JUGA: Al-Irsyad: Pembakaran Masjid Tolikara Pebuatan Biadab, Ganggu Stabilitas NKRI]
Al-Irsyad mendesak pemerintah untuk menindak tegas para pengurus GIDI yang menerbitkan surat larangan kepada umat Islam di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua dalam melaksanakan shalat Idul Fitri 1436 Hijriyah, yang ditandatangani oleh Pdt Mathen Jingga S.Th MA dan Pdt Nayus Wenda S.Th dan berujung pada penyerangan, pembakaran Masjid Baitul Muttaqin, serta pembakaran rumah-rumah warga muslim di Karubaga.*