Hidayatullah.com–Bertempat di aula Pusdiklat Hidayatullah Batu Malang, Yayasan Bina Qolam mengadakan kegiatan Workshop Keilmuan Penulis Muslim (WKPM).
Acara diselenggarakan hari Sabtu 6 Juni 2015 ba’da shubuh(04.50), diawali dengan taushiah dunia penulisan yang disampaikan oleh Fahmi Salim Lc, Ketua Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesial (MIUMI) DKI Jakarta dan diikuti 24 peserta dari berbagai kota.
Lulusan Universitas al-Azhar Mesir ini memulai materinya dengan mengatakan menulis adalah bagian dari peradaban Islam.
Pernyataan tersebut terinspirasi dari wahyu yang pertama kali diturunkan Quran Surat Al-‘Alaq: 1-5 serta Al-Qalam 1-2).
“Membaca adalah bagian penting dari peradaban, menulis tidak bisa dipidahkan dari membaca, sebab orang tidak akan bisa menulis kalau tidak ada bahan bacaan. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan, menulis adalah pilar peradaban,” ujar Fahli Salim.
Penulis yang berhasil menyelesaikan studi masternya dengan fokus Tafsir Hermeneutika ini menandaskan, ‘kegiatan menulis tidak dimulai dari ruang hampa. Ini artinya, penulis harus mempunyai banyak bahan bacaan, bukan saja terbatashanya pada buku atau secara literal, tapi bisa juga membaca alam, diri mamusia sendiri serta fenomena apapun yang bisa menjadi bahan bacaan. Sebab semakin banyak bahan bacaannya, maka semakin besar peluang untuk menulis.
Tak tidak kalah penting, para penulis Muslim harus mengerti dan mengetahui pemikiran para ulama. Hal ini dibutuhkan agar penulis tidak serampangan dalam aktivitas kepenulisannya. Di samping itu akan membuatnya lebih terarah.
“Para penulis Muslim, harus mengetahui kronologi pemikiran ulama,” ujarnya.
Beliau juga menekankan agar para penulis Muslim tidak merasa sombong dan Percaya Diri (PD) telah menemukan hal baru, karena sejatinya orang-orang sekarang sebenarnya hanya menghimpum atau menertibkan ide-ide yang berserakan dari ulama-ulama terdahulu. Kalau pun ditemukan ide-ide baru, yang perlu digarisbawahi ialah ide baru yang ditemukan adalah bagian dari kontribusi penulis-penulis terdahulu.
Mengingat tugas penulis sangat berat, maka penulis harus sungguh-sungguh dan berendah hati. Ia memceritakan, bahwa ada sementara orang yang merendahkan kontribusi Imam Ghazali dalam bidang tulisan lantaran banyak hadits-hadits dha’if. Padahal banyak juga hadits shahihnya.
Yang tak kalah penting, kontribusi rill Imam Ghazali ialah membuat perubahan dalam bidang tulisan. Kitab Ihya Ulumiddin misalnya, dibuka dengan bab ilmu dan ulama.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Asas pembukaan Yerussalem ialah: ilmu. Dan ini adalah pelajaran besar dari Imam Al Ghazali. Melalui tulisan, Ghazali mampu memacu spirit mujahid Muslim, yang pada akhirnya bisa merebut Yerussalam atas izin Allah.”
Di tengah geliat budaya tutur (pidato, ceramah dan lain sebagainya) yang digemari kasyarakat, ustad yang sudah menulis dua buku ini, memberi saran pada para peserta, agar jangan hanya bangga menjadi dosen, guru atau penceramah, tapi tak bisa menulis.
Karena, efek dan jangķauan ceramah sangat terbatas. Adapun penulis, bisa lebih besar, luas dan panjang efek dan pengaruhnya.
“Menulislah apa yang diceramahkan, dan menceramahkan apa yang ditulis,” demikian salah satu tips yang layak dicoba bagi para penulis Muslim dalam menutup materinya.*/Mahmud Budi Setiawan