Hidayatullah.com- Radikal itu ada yang baik, tetapi ada juga yang buruk. Sebab, tidak semua radikal itu bersifat buruk.Sebagaimana diketahui ada 4 kriteria radikal menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), seperti melakukan perubahan secara cepat dengan kekerasan, mengkafir-kafirkan orang dan sebagainya.
Pernyataan itu disampaikan Pemimpin Redaksi (Pemred) hidayatullah.com Mahladi Murni –mengutip kembali pernyataan dari Direktur BNPT Saud Usman–, saat menjadi pemateri dalam acara diskusi yang diselenggarakan Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) di Hall Lantai 1 Gedung Dewan Pers Indonesia, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Senin (04/0d/2015).
“Radikal itu ada yang baik, Mas dan ada juga yang buruk,” kata Mahladi mengulang kembali perkataan Saud Usman ketika acara diskusi di kantor AJI Kalibata, Jakarta, pada April lalu.
Sementara, menurut Mahladi sendiri masih ada kerancuan terhadap istilah radikal tersebut sebab, dalam Islam itu tidak dikenal istilah (radikal, red), tetapi yang dikenal adalah istilah ghuluw.
“(Mohon maaf) dalam Islam itu tidak dikenal istilah radikal, tetapi yang ada istilah ghuluw yaitu berlebih-lebihan dalam suatu agama,” jelas Mahladi.
Untuk itu, Mahladi berharap definisi radikal itu seharusnya disepakati terlebih dahulu. Dan baru kemudian menyepakati apa saja kriteria sebuah media itu dikatakan radikal.
“Nah, saat saya diskusi dengan Pak Saud Usman di kantor AJI, dari teman-teman wartawan mendesak kepada Pak Saud Usman untuk menunjukkan mana konten dari hidayatullah.com yang dikatakan radikal,” ungkap Mahladi.
Ketika setelah didesak, kata Mahladi, baru kemudian Pak Saud Usman mau mengatakan bahwa ada 2 konten dari hidayatullah.com yang dianggap radikal dan berbahaya oleh BNPT.
“Cuma 2 saja yang lain-lain tidak,” kata Mahladi menegaskan.
Jika hanya 2 konten berita saja, kata Mahladi, lalu pertanyaannya kenapa jauh-jauh hari BNPT tidak langsung meminta kepada hidayatullah.com untuk menghapus konten berita itu? Dan kenapa langsung memblokir situs hidayatullah.com begitu saja?
“Saat itu Pak Saud tetap tidak mau menunjukkan 2 konten berita tersebut kepada teman-teman wartawan. Tetapi karena Pak Saud duduk di samping saya, saat itu saya colek dan syukur alhamdulillah Pak Saud akhrinya mau menunjukkan 2 konten berita tersebut hanya kepada saya,” ungkap Mahladi.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Setelah itu, muncul pertanyaan lagi dalam benak Mahladi, “Apakah sebuah berita yang memenuhi kode etik jurnalistik itu bisa dikatakan sebagai radikal?”.
“Jika yang dipermasalahkan pada kode etik jurnalistiknya, saya bisa pastikan jika 2 berita tersebut telah memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik. Mengapa? Saya tak akan menjelaskan semuanya, salah satunya berita itu dibuat dengan mengutip pernyataan dari tokoh,” ungkap Mahladi.
Menurut Mahladi, sebuah media itu dituntut untuk ‘cover both side’. “Jika tokoh A berbicara tentang tokoh B misalnya, maka kedua belah pihak itu harus kita tampung semuanya. Apakah berita kutipan seperti itu bisa disebut sebagai radikal?” pungkas Mahladi.*