Hidayatullah.com- Sahabat Al Aqhsa bekerja sama dengan Penerbit Pro-U Media menggelar bedah buku “The Prisoners Dairys” atau yang telah diterjemahkan dalam buku “Catatan-Catatan Harian Para Tawanan” di Panggung Anggrek IBF DKI Jakarta 2015, Sabtu (28/02/2015).
Acara tersebut menghadirkan dua pembicara yang merupakan relawan Sahabat Al-Aqsha yang dulu pernah berhadapan langsung dengan para penjajah tentara Israel saat peristiwa penyerangan Kapal Mavi Marmara (31/05/2010), yaitu Dzikrullah dan Santi W Soekanto.
“Hasil penjualan dari buku 100% akan digunakan untuk membantu saudara muslim di Palestina,” kata Muhammad Fanni selaku pembacawa acara yang juga Ketua Umum Sahabat al-Aqsha Indonesia.
Sementara menurut Dzikrullah buku tipis dengan tebal 127 halaman isinya luar biasa. Di dalam buku ini, kata Dzikrullah berisi surat-surat yang dislundupkan, catatan-catatan harian serta wawancara khusus warga Palestina yang pernah ditawan oleh tentara Israel.
“Israel merupakan negara palsu yang didirikan di atas wilayah negara lain yaitu Palestina,” kata Dzikrullah.
Dzikrullah menuturkan karena hanya untuk mempertahankan keberadaan, penjajah-Israel harus melakukan berbagi jenis terorisasi, pengusiran, pemerkosaan, pembunuhan, penyiksaan-penyiksaan serta penangkapan-penangkapan warga muslim yang ada di Palestina.
“Hal itu berlangsung bukan hanya seminggu dua minggu atau sebulan dua bulan tetapi sudah berlangsung selama 67 tahun,” ujar Dzikrullah.
Dzikrullah menyampaikan Palestina merupakan salah satu bagian Negeri Syam (terdiri dari Libanon, Yordan, Suriah dan Palestina.red).
Pada 1946, kata Dzikru, terjadi gerakan terorisme luar biasa di Palestina, tanah-tanah umat Islam dirampas, masyarakatnya diusir serta desa maupun kota kaum muslimin diratakan dengan tanah.
“Tercatat 400 lebih desa dan kota yang diratakan dengan tanah oleh penjajah Israel,” tegas Dzikrullah.
Padahal sebelumnya, orang Yahudi selama berabad-abad lamanya telah tinggal dan bertetangga bersama umat muslimin di Palestina dengan aman, damai dan tenang.
Tetapi, menjelang berakhirnya perang dunia kedua dan ditandai dengan jatuhnya bom tepat di Hiroshima Nagasaki, Jepang serta jatuhnya kekuasaan Adoft Hitler di Jerman 1948. Maka kemudian orang Yahudi diberbagai negera di Eropa diberi tanah untuk membentuk sebuah negara.
“Membentuk negara tetapi di atas tanah orang lain namanya Palestina,” tegas Dzikrullah.
Dzikrullah menuturkan itulah yang kemudian menjadi awal terjadi teror penjajahan Israel di tanah Palestina yang sampai saat ini masih saja terus berlangsung. Sejak 1946 Palestina berubah dari sepenuhnya dikuasai oleh kaum Muslimin tetapi tinggal separuh dan sekarang sedikit demi sedikit diambil alih oleh Israel.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sebelum Israel Menjajah Palestina
Awalnya, kata Dzikrullah, dulu orang-orang Yahudi ada yang membeli dan menyewa tanah kaum muslimin di Palestina, tetapi begitu orang-orang Yahudi digerakkan oleh Zionisme Internasional yang didirikan oleh seorang mantan waratwan bernama Theodor Hazel, pada akhir abad ke-19 gerakan itu pelan-pelan berubah yang dari awalnya gerakan thosial menjadi gerakan politik kemudian militer yang sepenuhnya didukung oleh Amerika Serikat, Prancis dan Inggris.
“Jadi jangan pernah bangga pada tiga negara itu. Kelihatannya negara itu hebat tetapi sebenarnya negara yang mendukung penjajahan atas Palestina dan Masjidil Aqsha,” tegas Dzikrullah.
Selama 67 tahun terakhir, saudara muslimin Palestina telah mengalami berbagai kejahatan dari penjajah Israel, di antaranya adalah setiap hari ada puluhan bahkan ratusan warga muslimin Palestina yang disekap dan diipenjarakan kemudian disiksa di dalamnya.*