Hidayatullah.com–Semua aspek kehidupan, mulai dari kelahiran sampai kematian, tidak terlepas dari ritual agama. Hal yang sama juga terjadi pada pernikahan.
“Jangankan pernikahan yang sakral, wong pindah rumah saja ada yang pakai ritual. Semua aspek kehidupan kita sejak lahir sampai meninggal penuh dengan religiusitas,”jelas Menteri Agama (Menag) , Lukman Hakim Saifuddin saat menerima kunjungan Yayasan Anak Bangsa Mandiri dan Berdaya, pimpinan Fahira Idris di Kantor Kementerian Agama, Lapangan Banteng Barat, Jakarta, Jumat (12/09) kemarin.
“Sejauh yang saya ketahui, tidak hanya Islam, saya sudah bertanya kepada beberapa tokoh, pastur, pendeta, agamawan Hindu dan Buddha, semua mengatakan bahwa pernikahan itu adalah peristiwa sakral yang tidak bisa dipisah dari konteks agama,” katanya ketika ditemui seusai shalat Jum’at.
Pernyataan Menag ini merupakan hasil diskusinya dengan Fahira Idris yang juga Pengurus MUI Pusat Komisi Pendidikan dan Kaderisasi. Fahira datang bersama beberapa ormas Islam dan para akademisi yang tergabung dalam “Kelompok Tolak Pernikahan Beda Agama” yang datang untuk menemui Menag Lukman Hakim Saifuddin menanggapi gugatan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) terhadap pasal 2 ayat 1, UU Perkawinan tahun 1974.
Menurut Lukman Hakim, masing-masing agama di Indonesia memiliki tata caranya dalam mengatur tiap fase kehidupan, termasuk perkawinan.
Menurut Lukman, semua tokoh lintas agama, sepakat, pernikahan disebut sah jika pasangan memiliki agama sejenis. Oleh sebab itu, sebagai Menteri Agama, Lukman meminta para penggugat menjadikan fatwa pemuka agama masing-masing sebagai rujukan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Jadi sebenarnya, berpulang kepada masing-masing agama. Bagaimana hukum agama itu mengatur perkawinan. Silakan tanya ke MUI, tanya ke PGI, KWI, Walubi dan lainnya,”ucapnya.
Ikut dalam pertemuan itu, beberapa elemen masyarakat termasuk Indonesia Tanpa JIL (ITJ), Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, Gerakan Nasional Anti Minuman Keras (GeNAM), beberapa pakar hukum Islam dan alumni Fakultas Hukum UI. Mereka semua menyatakan penolakan atas gugatan UU Perkawinan tersebut.*