Hidayatullah.com–Ini fenomena yang lumrah terjadi saat peliputan. Wartawan lebih cepat memperbaharui (update) sebuah informasi di status Facebook atau kicauan Twitter daripada mengirim ke medianya. Salahkah perilaku ini?
Pertanyaan tersebut dilontarkan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) Priyambodo RH, pada hari kedua Lokakarya Peliputan Wilayah Konflik di Hotel Akmani, Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta, Rabu (14/5/2014).
“(Perilaku) ini benar atau tidak? Kenapa tidak kita balik (cara berpikirnya. Red),” ujar Priyambodo yang membawakan tema “Manajemen Peliputan Konflik (Studi Keredaksian)” di depan sekitar 30 peserta acara.
Yang dimaksud Priyambodo, daripada mempertanyakan perilaku itu, lebih baik mengarahkannya sebagai penunjang kinerja redaksi.
Yaitu, kata dia, dengan menjadikan status wartawan di jejaring sosial sebagai potongan berita. Jadi, wartawan meng-update status berupa informasi peliputan. Rekannya di kantor, misalnya, tinggal merangkumnya menjadi berita utuh.
Media Massa Tiga Arah
Menurut Priyambodo, pelaporan berita seperti ini akan memberi rasa nyaman kepada awak media di lapangan.
Selain itu, teman-teman Facebook atau pengikut Twitter sang wartawan akan bisa mengikuti langsung laporan berita tersebut.
Sehingga, lanjutnya, akan membuat para pemirsa, pembaca, atau penonton jadi lebih dekat dengan media asal wartawan.
Komunikasi antara media dengan publik pun, katanya, tidak lagi satu atau dua arah. Tapi jadi tiga arah.
“(Ini) membuat media literasi, orang akan bilang hebat,” ujar Wartawan Utama ANTARA ini.
Apalagi, katanya, saat ini kebanyakan masyarakat mengakses berita lewat perangkat atau gadget (handphone dan sebagainya).
“Siapa sih yang sekarang membaca berita lewat PC (komputer meja atau jinjing. Red)? Rata-rata lewat gadget ya,” ujarnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Keberadaan jejaring sosial juga bisa dimanfaatkan tim redaksi dalam peliputan di wilayah konflik. Misalnya, saran Priyambodo, wartawan yang ditugaskan bisa melaporkan situasinya lewat status atau kicauan.
Dengan melaporkan informasi keberadaan dirinya, menurutnya, wartawan tersebut telah membuat jejak. Sehingga, jika terjadi apa-apa terhadapnya, wartawan tersebut lebih mudah dilacak oleh media yang bersangkutan.
“Bagi wartawan di garis depan (peperangan), buatlah jejak sebanyak mungkin. Terutama di daerah konflik,” pesannya.*