Hidayatullah.com- Mewaspadai zaman penuh fitnah saat ini, para orangtua diimbau memasukkan anak-anak mereka ke lembaga pendidikan pesantren. Imbauan ini disampaikan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sulawesi Selatan (Sulsel) Abdul Aziz Kahar Muzakkar di Kalimulya, Cilodong, Depok, Jawa Barat, Kamis (24/4/2014) sore.
Menurut Abdul Aziz, saat ini anak-anak sangat rentan jadi fitnah. Contoh fitnah yang paling berbahaya adalah internet. Dengan internet, mereka bisa mengakses situs-situs negatif.
“Ini betul-betul menjadi tantangan orangtua. Sungguh sangat mengerikan justru di dunia sekarang,” ujarnya dalam tausiyahnya pada acara tasyakuran dan aqiqahan anak dari Ketua Pimpinan Pusat Hidayatullah Bidang Sumber Daya Insani Abdul Muhaimin.
Menurut Aziz, dengan menyekolahkan anak ke pesantren, paling tidak bisa meminimalkan pengaruh budaya negatif. Aziz mengutip pernyataan ahli pendidikan yang mengatakan bahwa anak yang paling aman sekarang di pesantren.
“Syukurlah kalau anak-anak kita di pesantren, paling tidak sampai SMA. Jangan sampai ada di pikiran kita ini untuk mencoba sekolahkan (anak) di luar pesantren. Yang di pesantren saja pun belum tentu (aman),” imbuhnya di depan awak Hidayatullah.com dan para undangan.
Tiga Kategori Anak
Aziz mengatakan, anak adalah modal terbesar bagi orangtuanya. Emosi orangtua terhadap anaknya sangat dekat. Dalam al-Qur’an pun disebutkan tiga kategori anak.
Yaitu, jelasnya, anak sebagai ‘zinatul hayah’ (perhiasan hidup), sebagai ‘qurrata a’yun’ (penyejuk pandangan), dan sebagai ‘fitnah’ (ujian). Anak sebagai fitnah sebagaimana dijelaskan di atas.
Adapun anak sebagai ‘zinatul hayah, jelas Aziz, adalah anak yang mampu menyenangkan dan membanggakan orangtuanya secara duniawi.
“Orang itu kalau berprestasi anaknya pasti bangga atau dibangga-banggakan,” terangnya mencontohkan anak ‘zinatul hayah’.
Biasanya, lanjut Aziz, para orangtua saat ditanya berapa jumlah anaknya, akan menjawab berlebihan. Yang dijawab bukan hanya jumlah anaknya, tapi juga berbagai prestasi akademisnya dan lain-lain.
Jenius Tak Cukup
Sedangkan anak sebagai ‘qurrata a’yun’, jelas Aziz, adalah anak yang menimbulkan rasa senang dan kesejukan pandangan dan hati orangtuanya secara ukhrowi.
“Konteksnya di sini adalah anak yang menyejukkan hati orangtua karena ketaatannya kepada Allah, karena keshalehannya,” jelasnya.
Yang menarik, tambah Aziz, walaupun ‘zinatul hayah’ sebenarnya juga sesuatu yang baik, tapi bukan ini yang ditonjolkan al-Qur’an dalam konteks anak. Sehingga, walaupun seorang anak tidak kaya, tidak cerdas, tapi ketika ia menjadi anak yang ‘qurrata a’yun’, itulah yang terbaik bagi orangtuanya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Walaupun mungkin bagus juga kalau bisa digabung ‘zinatul hayah’ (dengan) ‘qurrata a’yun’,” imbuhnya.
Aziz berpesan agar para orangtua tidak terlalu menggebu-gebu menginginkan anaknya jadi jenius. Sebab yang lebih besar pengaruhnya terhadap kesuksesan seorang anak adalah kecerdasan emosional dan spiritual.
“Sebelum kita (para orangtua. Red) berpikir jadi pemimpin di luar rumah, mari kita dulu bertekad untuk menjadi pemimpin yang bisa menjadikan (anak) ‘qurrata a’yun’ di rumah kita,” pungkasnya.
Untuk diketahui, kehidupan Abdul Aziz, keluarganya, dan pendidikan anak-anaknya sejak lama akrab dengan pesantren. Abdul Muhaimin adalah tetangganya di Pesantren Hidayatullah Depok, yang baru-baru dikaruniai putra kedua atau anak kesembilannya, Muhammad Husain.*
(Foto: Ilustrasi anak-anak pesantren -by Syakur)