Hidayatullah.com—Saat ini kata tolenrasi mulai bias maknanya dan terkesan dikaburkan. Makna toleransi dipahami secara sempit dan cenderung searah. Umat Islam seringkali menjadi sasaran seolah kelompok intoleran ketika terjadi konflik horizontal.
“Kita adalah umat paling toleran, contohnya perayaan hari Nyepi di Bali kita ikut libur bahkan saat shalat Jumat kita tidak memakai pengeras suara.Lalu di mana sikap tidak toleran tersebut,” demikian ungkap Ketua Umum MUI Jabar, KH.Hafidz Ustman dalam sambutannya saat membuka Rakorwil MUI Jabar di Bandung, Rabu (03/07/2013).
Ia menambahkan adanya kasus penolakan pendirian gereja oleh umat Islam di beberapa daerah di Jabar tidak bisa di sebut sebagai tindakan intoleransi. Hafidz menjelaskan berdasarkan laporan dan kajian yang disampaikan kepada pihaknya, semua kasus tersebut mempunyai permasalahan yang sama yakni tidak adanya IMB untuk berdirinya gereja.
“Jadi yang kita permasalahkan itu bukan keberadaan gerejanya tapi aspek legalnya. Kita ini justru dalam rangka membantu pemerintah, agar semua warga negara termasuk kaum Kristen harus taat hukum. Pendirian bangunan termasuk gereja harus berijin, masjid juga ada IMB nya kok,” sambungnya.
Sementara itu menanggapi permasalahan Ahmadiyah dan Syiah,Hafidz berpendapat bahwa hal itu juga bukan terkait toleransi. Karena, Ahmadiyah dan Syiah mempunyai akar masalahnya yang berbeda dengan Islam.
Ia menjelaskan bahwa pada awalnya mereka (penganut Ahmadiyah dan Syiah, red) berlatar belakang akidah Islam namun di tengah jalan mereka menyimpang.
Pada kedua kelompok tersebut bisa dimasukan dalam kategori penyimpangan akidah sehingga tidak ada istilah toleransi.Sementara itu untuk masalah perbedaan umat Islam diperbolehkan mempunyai sikap toleransi selama tidak ada kaitan dengan akidah.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Kita harus bersikap, perbedaan kita toleransi sementara untuk penyimpangan maka harus diamputasi,” tegasnya.
Seperti diketahui, Rakor MUI yang mengambil tema “Membangun Toleransi Untuk Menjaga Akidah Tetap Terjamin dan Kerukunan Dapat Terjalin” tersebut dihadiri seluruh Ketua MUI Kabupaten/Kota se-Jabar.
Dalam agenda acara mereka akan membahas berbagai permasalahan keumatan di berbagai daerah, salah satunya adalah penangan Ahmadiyah dan munculnya aliran sesat.*