Hidayatullah.com—Korupsi yang semakin merajalela hanya bisa diselesaikan dengan konsep keimanan. Jika tidak, penyakit sosial akut ini akan sulit untuk diberantas.
Pentingnya pendekatan agama ini disampaikan Ketua Suruhanjaya Pencegahan Rasuah Malaysia, Dato Sri Abu Kassem Mohammed ketika berbicara pada Forum Group Discussion (FGD) Antisuap BUMN di Menara 165 ESQ Jl. TB Simatupang Kav 1, Jakarta, Rabu (15/6).
“Yang paling penting sekarang ini adalah pendekatan spiritual,” tegasnya di depan puluhan peserta FGD ketiga itu.
Dato Sri mengakui suap-menyuap sebagai bentuk dari korupsi bukanlah hal sepele yang mudah diselesaikan. Tidak gampang menolak godaan tersebut jika bukan atas dasar keimanan.
“Selain karena keyakinan kepada Allah, sukar bagi manusia untuk mengatakan ‘tidak’ pada suap,” ujar Chief Commissioner Malaysia Anti-Corruption Commission ini.
Dalam melawan budaya gratifikasi juga dibutuhkan integritas. Hal ini penting karena, kata Dato yang pernah menjabat sebagai Ketua Pegawai Integritas di salah satu negara bagian Malaysia itu, “Integritas kita telah bermula sejak kecil.”
Dato Sri menggambarkan seorang anak kecil yang lagi berpuasa di Bulan Ramadhan ketika sedang mandi. Saat air mengalir di bibirnya, ada dua pilihan bagi anak tadi; antara meminum air yang merembes atau membiarkannya.
Jika si anak telah dididik bahwa puasa itu karena Allah, maka, kata Ketua KPK-nya Malaysia ini, dia tidak akan membatalkan puasanya.
Sebaliknya, “jika berpuasa karena hadiah maka ia akan menghirup air itu jika ibunya tak nampak,” terang Dato Sri.
Pendiri lembaga training Emotional Spiritual Quotient (ESQ), Ary Ginanjar Agustian yang juga hadir dalam acara tersebut setali tiga uang dengan pendapat Dato Sri. Menurutnya, jika hanya takut pada otoritas penegak hukum, sampai kapan pun korupsi tidak akan bisa diberantas.
“Kalau ditangkap KPK atau Polisi, beberapa tahun bebas lagi. Tapi kalau ditangkap oleh malaikat, ribuan tahun. Dan tidak ada permintaan garasi atau pengajuan bukti kembali,” ujar Ary.
Bangsa Indonesia saat ini sedang krisis spiritual. Padahal, jelas Ary, sila pertama dalam Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila sila ini telah benar-benar diresapi masyarakat, bisa jadi peran KPK tidak diperlukan lagi.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Tapi, lanjut Ary, sepanjang bangsa Indonesia tidak ada imannya, tidak percaya dan tidak mengakui Allah, sampai kapan pun KPK tidak akan pernah selesai, dan korupsi tidak akan pernah diberantas.
“Yang ada hanyalah sebuah kemiskinan, pembodohan dan kerusakan yang luar biasa di Indonesia,” tandasnya.
Sebelumnya, dalam acara yang diprakarsai PT Asabri berkerjasama dengan Komunitas Pengusaha Antisuap (KUPAS) Indonesia dan beberapa lembaga lainnya tersebut dilakukan penandatanganan pakta antisuap oleh 31 perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang jasa dan usaha.*