Hidayatullah.com–Saat ini Komisi VIII DPR RI tengah membahas Rancangan Undangan Undangan (RUU) Jaminan Produk Halal (JPH). Dalam RUU ini ada pasal yang memicu pro-kontra yakni terkait bakal adanya lembaga pemeriksa sertifikasi baru selain Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
“Berbagai pihak, seperti universitas, ormas Islam bila RUU itu disahkan boleh mendirikan lembaga pemeriksa. Untuk pemberi fatwa kami tetap mempercayai MUI” kata Ahmad Zainuddin, Ketua Panitia Kerja pembahasan RUU JPH kepada hidayatullah.com.
Salah satu tujuan dari dibolehkan adanya lembaga pemeriksa baru ini adalah untuk membantu tugas LPPOM MUI. Apalagi jika sertifikasi halal ini menjadi hal yang wajib (mandatory) bagi para produsen.
Tentu, kata Zainuddin, tidak semua lembaga bisa mendirikan lembaga pemeriksa sertifikasi halal.
“Ada standar yang harus dipenuhi,” jelasnya.
Menanggapi hal ini, MUI melalui Ichwan Sam, Sekretaris Umum MUI menolak rencana itu. MUI khawatir jika lembaga pemeriksa lebih dari satu, maka hal ini dapat memunculkan persaingan.
“Misalnya nanti ada satu lembaga pemeriksa yang memberi tawaran kepada produsen dapat mempercepat proses sertifikasi halal tanpa berbelit-belit. Ya, bisa juga jadi komersialisasi,” kata Ichwan ketika ditemui hidayatullah.com di kantor MUI Jl Proklamasi No.51 Menteng, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Selain itu, tambah Ichwan, adanya lembaga-lembaga pemeriksa baru ini berpotensi menimbulkan perpecahan umat. Misalnya ada lembaga pemeriksa non LPPOM yang mengajukan fatwa satu produk ke MUI, lalu MUI menganggap belum memenuhi unsur halal, kemudian dokumennya dikembalikan. Ichwan khawatir hal ini dapat menimbulkan prasangka.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Nanti malah mereka menganggap Komisi Fatwa MUI mempersulit. Itu dapat mengadudomba umat,” paparnya.
Seperti yang diketahui, sampai saat ini memang urusan sertifikasi halal merupakan domain LPPOM *