Hidayatullah.com–Ustad Abubakar Ba’asyir masih menolak menghadiri sidang, karena dinilainya sebagai majelis kekafiran yang menuduh syariat i’dad sebagai kegiatan teror. Ia menilai haram hukumnya menghadiri majelis tersebut.
Hal itu diungkapkannya melalui surat yang dibacakan pada Persidangan Kasus Pelatihan Militer yang mendakwa dirinya sebagai pendana dan perencana di PN Jakarta Selatan Jl. Ampera Raya, Kamis (17/3).
“Majelis hakim dan jaksa harus mampu menunjukkan dalil dari al Qur’an dan sunnah bahwa itu bukan i’dad, tetapi teror. Jika tidak, ini berarti majelis kekafiran dan pelecehan syariat,” ucap ustad Abu.
Ia berpendapat, majelis yang dinilai sebagai majelis kekafiran sangat dilarang untuk berada di tempat tersebut dan tindakan tersebut merupakan tuntutan ketaatan pada Allah SWT.
“Saya dilarang oleh Allah untuk menghadirinya, karena tuntutan iman,” kata ustad Abu singkat.
Ia mengaku baru mau menghadiri sidang tersebut jika Majelis Hakim dan JPU tidak lagi mengatakan syari’at i’dad sebagai terorisme, walaupun menurutnya pengadilan boleh saja mempermasalahkan persoalan penggunaan senjata api.
“Saya akan hadir jika Majelis Hakim dan JPU mau menganggap I’dad sebagai syariat Islam, bukan teror,” kata Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) ini.
Majelis Hakim mempersilakan keinginan Ustad Abubakar Ba’asyir dan membiarkan ia tetap berada di ruang tahanan PN Jakarta selatan. Sidang pun tetap berlangsung dengan agenda pemeriksaan saksi melalui teleconference ke Mako Brimob Kelapa dua, Depok, Jawa Barat.
Tiga orang saksi dihadirkan, dua orang sebagai terdakwa kasus yang sama. Satu terdakwa sebagai donator, yaitu Hariyadi Usman dan satu terdakwa lagi sebagai peserta pelatihan, yaitu Deni Suramto alias Ziad yang pertama kali bertemu dengan Abubakar Ba’asyir di LP cipinang. Sedangkan yang satu lagi adalah sopir pribadi Ustad Abu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Saya pertama kali bertemu dengan ustad saat sama-sama ditahan di Cipinang,” ujar Ziad yang juga menjabat pembantu Sekretaris JAT Pusat.
Sementara itu, Abubakar Ba’asyir menonton teleconference persidangan melalui ruang tahanan yang dilengkapi oleh pengadilan dengan layar monitor dan pengeras suara, sehingga ia tetap dianggap menyaksikan persidangan tersebut.
Sidang kali ini tidak seperti biasanya, karena tidak dihadiri oleh kuasa hukum seorang pun dan tidak diramaikan oleh pendukungnya, yang menolak hadir sebagai sikap memberi dukungan atas walk out-nya Ba’asyir.*