Hidayatullah.com–Sidang lanjutan perkara tindak pidana terorisme dengan terdakwa Amir Jama’ah Anshorut Tauhid, Abu Bakar Ba’asyir berlangsung tanpa kehadiran terdakwa Senin (14/3). Pasalnya Ba’asyir meninggalkan persidangan setelah majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengusir pengacaranya.
Sedianya sidang ini mengagendakan pemeriksaan saksi jarak jauh melalui teleconference. Para saksi tersebut dimintai keterangan dari Rumah Tahanan Markas Komando Brigade Mobil, Kelapa Dua Depok, Jawa Barat.
Namun saat sidang baru saja dimulai, kuasa hukum Ba’asyir menyampaikan protes kepada majelis hakim. Mereka keberatan dengan pola pemeriksaan itu dan meminta aturan pemeriksaan saksi yang harus dihadirkan di ruang sidang, sebagaimana tercantum dalam pasal 173 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Kuasa hukum mencurigai pola pemeriksaan itu hanya skenario yang dibangun jaksa penuntut umum untuk mencari-cari dalih menjebloskan Ba’asyir ke dalam penjara. Akibat protes itu sempat terjadi kericuhan di dalam sidang, yang kemudian membuat hakim mengusir kuasa hukum Ba’asyir dan menunda sidang sekitar 20 menit.
Setelah sidang dibuka kembali praktis Ba’asyir tanpa pembela di ruang pengadilan itu. Ketua Majelis Herry Swantoro pun sempat memberikan opsi, apakah Ba’asyir akan tetap di ruang sidang tanpa pengacara atau mengganti pengacara. “Saya tidak bersedia hadir (di persidangan),” jawab Ba’asyir kepada majelis dalam sidang itu.
Mendengar jawaban Ba’asyir ini hakim kemudian mempersilakan meninggalkan ruang sidang. Ba’asyir menyebut dirinya keberatan mengikuti sidang tanpa pengacara yang telah mendampinginya sejak awal.
Terlebih dalam perkara ini Ba’asyir keberatan dikatakan sebagai teroris oleh jaksa. Ba’asyir menganggap tuduhan itu telah berlawanan dengan syariat Islam yang dipahaminya. “Saya tidak akan mencari penasihat hukum,” tambahnya. Ba’asyir lantas meninggal ruang sidang.
Lebih jauh lagi, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir menilai haramnya berada di majelis tersebut karena jaksa mengolok-olok ayat syariat Allah dan ia akan hadir jika jaksa mau mengubah pendapatnya tentang syari’at I’dad.
“Saya baru mau menghadiri sidang ini, jika jaksa mau menganggap I’dad sebagai syari’at Islam, bukan terorisme” tegasnya sembari menyitir ayat Qur’an yang melarang berada di majelis yang mengolok-olok ayat Allah (Annisa : 50).
Atas sikap Ba’asyir itu, majelis tetap melanjutkan sidang pemeriksaan saksi itu. Herry menyebut pasal 153 KUHAP membenarkan pemeriksaan saksi tanpa dihadiri terdakwa. “Kita akan periksa saksi tanpa kehadiran terdakwa,” kata Herry dalam sidang itu.
Seperti diberitakan sebelumnya dalam putusan sela yang dibacakan majelis pekan lalu, majelis mengabulkan permintaan jaksa untuk menghadirkan para saksi melalui teleconference. Menurut jaksa, ini merupakan permintaan para saksi yang juga merupakan tersangka dalam kasus yang sama yang tidak ingin hadir langsung ke ruang sidang dengan sejumlah alasan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dalam putusan sela itu pengacara Ba’asyir sempat melayangkan protes. Mereka khawatir justru kalau saksi dihadirkan jarak jauh akan ada tekanan kepada saksi yang merugikan kliennya. Namun majelis tak bergeming dan meminta sidang dilanjutkan dengan pola itu.
Majelis menyebut perwakilan hakim, jaksa, dan pengacara akan diutus mendampingi para saksi itu di lokasi untuk menjamin objektivitas.
Dalam sidang kali ini majelis mendengarkan empat saksi melalui saluran jarak jauh itu, yakni Abdul Haris, Ubaid, Soleh dan Hendro Sultoni. Sementara saksi yang dimintai keterangan langsung di ruang sidang adalah Dedeh dan Syarif.
Sidang akan dilanjutkan Kamis depan (17/3), dengan agenda pemeriksaan saksi melalui teleconference. Majelis hakim meminta jaksa penuntut umum agar mau membujuk ustadz Abu Bakar Ba’asyir menghadiri sidang Kamis depan.*