Hidayatullah.com–Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (25/3), menolak seluruh permohonan uji materi Undang-Undang No44/2008 tentang Pornografi sehingga UU tersebut dinyatakan tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Menurut Ketua MK, Moh Mahfud MD, saat membacakan putusan dalam sidang uji materi UU Pornografi di Gedung MK, Jakarta, Kamis (25/3), dalil-dalil para pemohon tidak berdasar dan tidak beralasan hukum.
MK berpendapat, pengertian pornografi dalam Pasal 1 UU Pornografi memberikan gambaran dan arah yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan pornografi.
MK juga sependapat bahwa terdapat lima bidang yang tidak dapat dikategorikan sebagai pornografi, yaitu seni, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan olahraga.
Dengan demikian, sepanjang menyangkut seni, sastra, dan budaya dapat dikecualikan dari larangan menurut undang-undang ini asalkan tidak bertentangan dengan norma susila sesuai dengan tempat, waktu, dan lingkungan.
Mahkamah tidak sependapat dengan para pemohon bahwa tari Tuatenden (Sulawesi Utara) yang diperagakan di depan sidang Mahkamah tanggal 27 Agustus 2009 menjadi terancam dan dikriminalisasi oleh UU Pornografi, katanya.
Mahfud menegaskan, sama dengan tari Tuatenden, maka tari-tarian Jaipong, Tayub, Ronggeng, Pendet, Maengket, dan tari tradisional lainnya tetap dapat diperlihatkan dan dipertontonkan.
MK juga berpendapat, UU Pornografi tidak membedakan manusia atau masyarakat atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik.
MK menegaskan, UU Pornografi justru memberikan kepastian hukum tentang peran serta masyarakat dan dalam rangka menegakkan nilai-nilai due process of law yang pada gilirannya dapat menghindarkan dan mencegah tindakan anarkis atau main hakim sendiri.
Putusan MK tersebut tidak bulat, karena terdapat satu hakim konstitusi, yakni Maria Farida Indrati, yang memiliki pendapat berbeda dissenting opinion dan sependapat dengan para pemohon.
Sementara itu, meski MK telah memutuskan menolak warga Bali tetap mengabaikan keputusan hukum ini. “Bali tidak bisa melaksanakan UU Pornografi karena UU itu tidak memenuhi unsur sosiologis dan psikologis,” tegas Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat menerima sekitar sepuluh orang perwakilan Komponen Rakyat Bali (KRB) di ruang kerjanya, kemarin.
“Apa pun UU itu, bila secara moral mendapat banyak perlawanan dari berbagai kalangan, sebenarnya kedudukannya menjadi tidak kuat. Bali, sekali menolak akan menolak selamanya,” tegasnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Para pemohon dalam uji materi UU Pornografi tersebut adalah sejumlah LSM dan organisasi pro gender. Antara lain Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan Dan Demokrasi (KPI), Yayasan Anand Ashram, Gerakan Integrasi Nasional, Persekutuan Geraja-Gereja Di Indonesia (PGI), Perkumpulan Lembaga Studi Dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Mariana Amiruddin (Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan), Yayasan Sukma, Kelompok Perempuan Pro Demokrasi (KPPD) Surabaya, Lembaga Semarak Cerlang Nusa Consultancy Research and Education for Transformation, LBH APIK Semarang.
Selain itu ada nama-nama artis seperti; Butet Kartaredjasa, Ayu Utami, Lidia C. Noer, Happy Salma. [pel/mi/hidayatullah.com]