Hidayatullah.com—Hingar-bingar Pemilu Presiden sudah usai. Tapi perseteruan di tubuh organisasi massa (ormas) belum tentu bisa padam seketika. Kasus ini agaknya yang sedang menimpa organisasi massa di Indonesia.
Pasca pelaksanaan Pilpres 8 Juli lalu tampaknya masih berbuntut ketegangan di tubuh Partai Golkar dan PAN, tetapi juga antara Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan Ketua Umum GP Anshor (badan otonom NU) Saifullah Yusuf.
Perseteruan di antara keduanya terkait dengan sikap Ketua Umum PBNU yang dianggap terang-terangan memberikan dukungan kepada pasangan Jusuf Kalla-Wiranto di Pilpres 8 Juli lalu.
Atas hal itu, pria yang akrab disapa Gus Ipul dan kini menjabat Wakil Gubernur Jawa Timur, Sabtu (11/7) lalu mewacanakan pergantian Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi karena kecewa dengan keterlibatan Hasyim secara terbuka dalam Pilpres pada 8 Juli lalu.
“Untuk itu, Kiai Hasyim Muzadi harus mengakhiri jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU, karena sudah menjabat dua periode. Cukuplah. Saya tidak menyuruh harus mundur, tapi dia (Hasyim, red) harus mengakhiri sendiri. Teman-teman di tubuh NU harus diajak untuk gerakan pemurnian khittah,” ujar Saifullah.
Pergantian Hasyim itu dimaksudkan untuk mengembalikan semangat dan spirit jamiyah NU sebagai organisasi sosial kemasyarakatan sebagaimana khittahnya. Bukan organisasi politik, apalagi politik praktis yang langsung terlibat dalam saling dukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Gus Ipul mengusulkan agar dalam Muktamar NU di Makassar, Sulawesi Selatan, pada Januari 2010 mendatang, dimunculkan figur baru sehingga bisa melakukan gerakan permurnian kembali ke khittah seperti pada awal-awal didirikan KH Hasyim Asyari.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi tidak memberikan jawaban ketika dimintai komentar mengenai desakan terhadap dirinya mundur dari PBNU.
Akan tetapi, Wasekjen PBNU Saiful Bahri Anshory berpendapat bahwa Ketua Umum Gerakan Pemuda Anshor Saifullah Yusuf tidak berhak untuk mengevaluasi dan meminta pergantian pengurus PBNU, dalam hal ini mendesak Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi mundur dari posisinya. Sebaliknya, sikap Gus Ipul dianggap sebagai suatu pengkhianatan terhadap organisasi.
Pernyataan Saifullah Yusuf merupakan kesalahan organisatoris dan moral yang sangat berat, bahkan merupakan pengkhianatan terhadap perjuangan, kata Saiful Bahri Anshory dalam keterangan persnya, di Jakarta, Senin (13/7).
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Lebih lanjut, Saiful Bahri meminta kepada seluruh jajaran GP Anshor yang merupakan organisasi otonom NU dan juga warga nahdliyin untuk tidak terhasut atau mengikuti langkah mantan Menteri PDT tersebut.
Pihaknya menilai, pernyataan Ketua Umum GP Anshor tersebut sangat rawan ditumpangi pihak ketiga yang memang ingin merusak tatanan NU, seperti yang dilakukan terhadap partai politik (parpol).
Sebagai organisasi di bawah naungan NU, GP Ansor dengan seluruh jajarannya berkewajiban untuk selalu taat kepada kebijakan NU. Begitupun juga warga nahdliyin, tegasnya.
Kepada Ketua Umum GP Anshor, PBNU pun mengancam akan memberikan sanksi tegas terhadap pernyataannya yang dinilai sebagai bentuk pengkhianatan perjuangan NU. [pel/bjt/cha/hidayatullah.com]